Selanjutnya masalah penyadapan direkomendasikan agar diatur dengan UU tentang penyadapan tersendiri dan KPK (juga kepada Kejaksaan Agung dan Polri serta lembaga lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Badan Narkotika Nasional) diberi kewenangan penyadapan dengan tidak perlu izin.
Alasannya (1) hak berkomunikasi merupakan derogable rights yang pembatasannya dilakukan dengan UU; (2) penyadapan harus: (i)memperhatikan sisi manfaat dalam pemberantasan tindak pidana (korupsi); (ii) merujuk best practice pada efektivitas penyadapan yang dilakukan KPK selama ini; (iii) adanya aturan internal masalah penyadapan yang jelas dan tidak bertentangan dengan HAM; (iv) adanya prosedur standar operasi penyadapan yang jelas dan tegas; dan (v) adanya instansi yang mengaudit penyadapan sehingga penyadapan KPK sah menurut hukum (lawful interception); dan (3) menurut Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, bahwa penyadapan menjadi alat paling efektif untuk membongkar korupsi. Hak penyadapan harus dimiliki KPK agar penyidik mudah mengejar koruptor.
Dengan melakukan penyadapan, penyidik KPK mempunyai bukti yang sah dan tak terbantahkan saat kasus dilimpahkan ke pengadilan. Ia tak sepakat dengan pendapat yang menyatakan bahwa penyadapan oleh KPK merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Alasannya, KPK baru membuka hasil penyadapan jika pelaku sudah tertangkap tangan melakukan praktik korupsi. ”Berarti, kan, penyadapan sudah benar. Untuk apa lagi mau dihapus, kecuali itu diartikan sebagai upaya melemahkan pemberantasan korupsi.”
Pak Presiden, UU KPK tidak perlu direvisi.
Rooseno Harjowidigdo
Peneliti Hukum dan HAM, Ketua Himpenindo Cabang Kemenkumham
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Maret 2017, di halaman 7 dengan judul "UU KPK Tak Perlu Direvisi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.