JAKARTA, KOMPAS.com - Himpunan masyarakat yang menamakan diri "Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK)" menyambangi Gedung MK di Jalan Merdeka Barat 6, Jakarta Pusat, Senin (6/3/3017).
Anggota Koalisi Selamatkan MK, Totok Yulianto menyampaikan, kedatangan pihaknya untuk melapor ke Dewan Etik MK terkait adanya empat hakim konstitusi yang belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
Menurut koalisi, hakim konstitusi yang belum menyerahkan LHKPN ke KPK telah melanggar etik.
"Kami melihat ada indikasi, pelanggaran etik oleh hakim MK terkait pelaporan LHKPN. Saat ini kami baru melihat empat orang, kami mendorong (dewan etik MK) agar keempat orang ini diperiksa, ditanyakan, kenapa tidak melaporkan LHKPN-nya," kata Totok usai menyerahkan berkas laporan ke Dewan Etik di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.
(baca: MK Berterima Kasih ke KPK karena Sebut 5 Hakim Belum Laporkan LHKPN)
Totok mengatakan, informasi terkait adanya empat hakim konstitusi yang belum menyerahkan LHKPN ke KPK itu diperoleh pihaknya setelah menelusuri situs https://acch.kpk.go.id/aplikasi-lhkpn/.
Namun, Totok tidak bisa menyebutkan siapa saja hakim MK yang dilaporkan ke Dewan Etik.
Sebab, menurut dia, akan lebih etis jika Dewan Etik yang menyebutkan nama-nama hakim konstitusi tersebut.
"Kami tidak menyebutkan empat orang hakim MK-nya, silakan wartawan menelusuri web di ACC KPK untuk melihat LHKPN ada delapan hakim saat ini menjabat, dari delapan itu yang mana saja yang tidak melaporkan," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) tersebut.
(baca: Ketua MK: LHKPN Akan Diserahkan Maret)
KPK sebelumnya menyatakan, ada lima hakim MK yang belum memperbarui LHKPN. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, LHKPN paling akhir diperbarui pada Maret 2011.
Kewajiban melaporkan LHKPN tertuang dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pasal 5 UU 28/1999 menyebutkan bahwa penyelenggara negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat.
Selain itu, Peraturan KPK tahun 2005 mewajibkan untuk melaporkan LHKPN secara periodik setiap dua tahun.
(baca: MK: Tidak Ada UU Terkait LHKPN Dilanggar Hakim Konstitusi)
Namun, menurut MK, kewajiban hakim konstitusi menyerahkan LHKPN itu jika sebelumnya ada permintaan dari KPK.
Sebab, terhadap ketentuan tersebut ada pemahaman dan pemaknaan berbeda antara KPK dan MK pada frasa "bersedia diperiksa" di dalam Pasal 5 UU 28/1999.
Menurut MK frasa "bersedia diperiksa" menunjukkan kebolehan sikap pasif dari penyelenggara negara, karena logikanya yang bertindak aktif memeriksa dalam hal ini adalah KPK.
"Penyelenggara negara hanya berkewajiban untuk bersedia ketika akan diperiksa kekayaannya," kata Juru Bicara MK, Fajar Laksono, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (4/3/2017).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.