Penjelasan Pasal 19 mengatur, calon hakim konstitusi harus diumumkan melalui media cetak ataupun elektronik sehingga masyarakat dapat memberi masukan terhadap calon hakim konstitusi itu.
Proses seleksi dalam penunjukan Patrialis tidak seperti yang dilakukan Dewan Pertimbangan Presiden pada 2008 yang menggunakan seleksi terbuka.
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (ICW dan YLBHI) kemudian menggugat Kepres 87/P Tahun 2013 ke pengadilan tata usaha negara.
Sebaliknya, pemerintah ketika itu meyakini tidak ada aturan yang dilanggar. Presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih calon hakim konstitusi.
Proses seleksi oleh Wantimpres itu dianggap pemerintah bukanlah kebiasaan tata kenegaraan yang baku.
Di tengah kritik dan penolakan dari sejumlah kalangan, Patrialis Akbartetap mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi untuk periode 2013-2018 di Istana Negara pada Selasa (13/8/2013).
Seperti dikutip Kompas, Kamis (26/11/2013), PTUN Jakarta kemudian membatalkan keppres tersebut.
PTUN meminta pemerintah mencabut keppres tersebut dan menerbitkan keppres baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PTUN menilai pemilihan Patrialis tidak sesuai dengan Pasal 19 UU Mahkamah Konstitusi yang mensyaratkan pemilihan secara transparan dan partisipatif.
Pemerintah kemudian banding. Dalam proses banding itu, Patrialis tetap menjadi hakim konstitusi.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) DKI Jakarta kemudian membatalkan keputusan PTUN Jakarta.
PTTUN mengakui legal standing penggugat (ICW dan YLBHI), tetapi kedua lembaga tersebut dinilai tidak memiliki kepentingan pribadi atas pengangkatan dua hakim konstitusi tersebut.
Patrialis ditangkap KPK setelah diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.