JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Peneliti Setara Institute Ismail Hasani menyayangkan sikap kepolisian terkait pembubaran ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Selasa (6/12/2016).
Polisi saat itu menganggap persoalan tersebut tuntas dengan musyawarah.
Menurut Ismail, musyawarah atau restorative justice bisa menjadi jalan untuk menyelesaikan konflik horizontal di masyarakat.
Namun, jika dalam konflik tersebut telah terjadi tindak pidana, semisal pembubaran ibadah, polisi seharusnya menindak pelaku melalui proses hukum.
Dia juga menilai penyelesaian kasus pembubaran ibadah melalui musyawarah akan menjadi preseden buruk dan tidak memberikan jaminan bahwa aksi serupa tidak akan terulang.
(Baca: Polisi yang Kawal Pembubaran Ibadah di Sabuga Bandung Tak Dikenakan Sanksi)
“Bagaimana bisa tindak pidana diselesaikan melalui musyawarah? Menurut saya, bila kelompok yang melakukan pembubaran tidak diproses secara hukum, ini akan menjadi preseden buruk," ujar Ismail saat ditemui di Kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2016).
"Bukan hanya di Bandung, ini juga akan terjadi di banyak tempat. Hal itu semakin mengokohkan bahwa seolah apa yang mereka lakukan adalah sebuah tindakan yang benar. Kesalahan seriusnya di situ.”
Ismail menuturkan, aksi pembubaran kegiatan ibadah yang sudah mendapat izin jelas merupakan kategori tindak pidana.
Ada beberapa pasal yang bisa digunakan sebagai dasar hukum untuk memroses pelaku pembubaran.
Dia menyebut pembubaran ibadah bisa dikategorikan sebagai perbuatan tidak menyenangkan atau masuk sebagai tindakan menghalangi orang lain untuk beribadah sesuai agamanya. Artinya, tindakan tersebut melanggar Pasal 28 E UUD 1945.
Sementara itu, Surat Peraturan Bersama Tiga Menteri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 berisi bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk melaksanakan ibadah. Sepanjang sudah memperoleh izin, maka ibadah tidak boleh dibubarkan.
“Banyak delik pidana yang bisa digunakan untuk meminta pertanggungjawaban kepada pelaku pembubaran. Lebih dari itu, ya aksi intoleransi bisa saja dijerat dengan pasal hate speech. Jadi, ini bakal menyebar kalau tidak ditindak,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, masalah pembubaran ibadah di Sasana Budaya Ganesha Institut Teknologi Bandung sudah selesai.
Sejumlah pihak telah melakukan mediasi dan sudah menemukan jalan keluar untuk masalah tersebut.