Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap Penetapan Tersangka Sah, Hakim Tolak Praperadilan Siti Fadilah

Kompas.com - 18/10/2016, 16:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim tunggal sidang praperadilan, Ahmad Rivai, menolak seluruh permohonan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.

Ahmad menilai, penetapan tersangka Siti telah berlandaskan dua alat bukti yang sah dan memiliki kekuatan hukum.

"Dengan pertimbangan di atas, hakim yang memeriksa permohonan ini menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ahmad di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2016).

Siti merupakan tersangka dalam kasus dugaan menerima gratifikasi dalam pengadaan alat kesehatan untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dari dana DIPA revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Depkes tahun anggaran 2007.

Ia menganggap penetapannya sebagai tersangka tidak sah karena tidak pernah diperiksa sebelum dijadikan tersangka.

Dengan demikian, KPK dianggap tak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menjeratnya.

Sementara KPK menegaskan bahwa mereka memiliki dua alat bukti permulaan untuk penetapan tersangka, yakni berupa surat dan keterangan saksi.

Dalam proses persidangan selama tujuh hari kerja, masing-masing pihak diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan, bantahan, serta menghadirkan ahli untuk menunjangnya.

Pihak Siti menghadirkan tiga ahli, sementara KPK menghadirkan satu ahli. Kemudian, kedua pihak juga telah memperlihatkan bukti surat kepada Hakim.

Namun, Hakim menilai bukti surat yang diperlihatkan pihak Siti sebagai pemohon tidak bisa dijadikan bukti dalam persidangan karena sebagian lembar fotokopi, bukan asli.

"Surat Edaran Mahkamah Agung menyatakan bahwa bukti surat fotokopi tanpa asli harus dikesampingkan sebagai alat bukti. Kekuatan pembuktian alat bukti terletak pada keaslian tersebut," kata Hakim.

Sementara itu, keterangan tiga ahli yang dihadirkan Siti dianggap tak relevan dengan dalil pemohon, sehingga keterangannya pun dikesampingkan.

Sementara itu, Hakim menilai bukti yang dilampirkan KPK berupa bukti surat dan keterangan ahli dapat mendukung bantahan atas gugatan pemohon.

Hakim menganggap, bukti tersebut menunjukkan bahwa penetapan tersangka terhadap Siti adalah sah dan tidak bertentangan dengan hukum.

"Dengan demikian, menurut hakim praperadilan yang memeriksa, penerbitan sprindik udah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Maka sah berdasarkan hukum," kata Hakim.

Menanggapi putusan hakim, pengacara Siti, Ahmad Cholidin mengutarakan keberatannya.

Menurut dia, hakim tunggal praperadilan mengesampingkan sejumlah fakta. Salah satunya yakni pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus Siti.

Menurut dia, pemeriksaan saksi dilakukan setelah Siti ditetapkan sebagai tersangka pada 2015.

Sementara surat perintah penyidikan yang pertama dikeluarkan pada 2014, yaitu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan buffer stock untuk kejadian luar biasa pada 2005.

"Artinya dua alat bukti menurut putusan MK belum dipenuhi sebetulnya. Baru satu alat bukti, yaitu putusan terpidana di kasus itu," kata Cholidin.

Dalam kasus proyek Depkes tahun 2007 itu, mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar divonis lima tahun penjara, ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Nama Siti disebut-sebut dalam surat dakwaan bahwa ikut serta dalam pengadaan alat kesehatan dan menerima gratifikasi.

Kompas TV Jadi Tersangka, Mantan Menkes Gugat KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com