JAKARTA, KOMPAS.com - Ahmad Yani, pegawai pada kantor pengacara Wiranatakusumah Legal dan Consultant didakwa menyuap dua hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yakni, Hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya.
Penyuapan dilakukan melalui panitera PN Jakarta Pusat, Muhammad Santoso.
"Suap tersebut diberikan dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada hakim untuk diadili," ujar Jaksa penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pulung Rinandoro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Menurut Jaksa, uang 28.000 dolar Singapura tersebut diberikan supaya Partahi selaku Ketua Majelis Hakim dan Casmaya selaku anggota Majelis Hakim, memenangkan pihak tergugat yang diwakili pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah.
Pada 29 Oktober 2015, PN Jakarta Pusat menerima pendaftaran perkara perdata berupa gugatan wanprestasi yang diajukan PT Mitra Maju Sukses terhadap PT Kapuas Tunggal Persada selaku tergugat.
Setelah beberapa kali persidangan, Raoul menghubungi Santoso selaku panitera, dan menyampaikan keinginan untuk memenangkan perkara tersebut.
Raoul berharap agar hakim menolak gugatan PT MMS. Santoso kemudian menyarankan agar Raoul bertemu dengan Hakim Partahi.
(Baca: Ini Kronologi Penangkapan Panitera PN Jakarta Pusat)
Namun, karena Partahi tidak ada di ruangannya, Raoul menemui Casmaya yang juga salah satu anggota Majelis Hakim, pada 13 April 2016.
Pada awal Juni 2016, Ahmad Yani yang merupakan karyawan Raoul diajak ke PN Jakarta Pusat, dan diperkenalkan dengan Santoso.
Ahmad Yani diminta untuk berkomunikasi dengan Santoso terkait perkara yang sedang diurus. Kemudian, pada 17 Juni 2016, Raoul menemui Santoso dan menjanjikan akan memberikan uang 25.000 dollar Singapura untuk Majelis Hakim, apabila gugatan diputuskan ditolak.
Santoso juga dijanjikan bagian sebesar 3.000 dollar Singapura. Pada siang harinya, Raoul meminta Ahmad Yani untuk menegaskan kembali pengurusan perkara tersebut kepada Santoso.
Kemudian dijawab oleh Santoso bahwa pengaturan perkara sudah disepakati, dan menyampaikan hal tersebut kepada Hakim Casmaya.
Selanjutnya, pada 22 Juni 2016, Raoul datang menemui majelis hakim, yaitu Partahi dan Casmaya di ruang kerja hakim di PN Jakarta Pusat.
Pemberian uang
Kemudian, Raoul meminta agar Ahmad yani mengambil uang di bank dan menyiapkan uang sesuai dengan janji yang akan diberikan kepada hakim dan panitera PN Jakarta Pusat.
Raoul meminta Ahmad Yani memisahkan uang yang diperuntukan bagi Partahi dan Casmaya, serta bagi Santoso.
"Untuk majelis hakim, uang dimasukan ke dalam amplop putih bertuliskan HK, berisi 25.000 dolar Singapura, dan untuk Santoso bertuliskan SAN, berisi 3.000 dollar Singapura," kata Jaksa.
Pada 30 Juni 2016, Majelis Hakim memutus menolak gugatan yang diajukan PT MMS. Setelah putusan dibacakan, Santoso menghubungi Raoul terkait janjinya, karena telah ditagih oleh Hakim Casmaya.
Dalam rangka penyerahan uang, Ahmad Yani menghubungi Santoso, dan meminta agar Santoso mengambil uang 28.000 dolar di Kantor Wiranatakusumah Legal and Consultant di Menteng, Jakarta Pusat.
Sore harinya, Santoso datang dan mengambil uang berjumlah 28.000 dolar Singapura.
Atas hal tersebut, Ahmad Yani didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.