JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum dari Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita dihadirkan sebagai ahli dalam sidang praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Salah satu yang diperdebatkan dalam sidang tersebut adalah soal keabsahan penyidik yang ditetapkan sebagai tersangka, dalam menjalankan tugasnya.
Hal ini berkaitan dengan penyidik Novel Baswedan yang menjadi ketua tim penyidik kasus Nur Alam.
"Otomatis kalau tersangka, harus diberhentikan sementara," ujar Romli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (10/10/2016).
Romli mengatakan, tidak mungkin penyidik KPK yang berstatus tersangka menyidik perkara korupsi, padahal dirinya sendiri tersangkut perkara hukum.
Menurut dia, tidak dibenarkan seorang tersangka menangani tugas atau menduduki jabatan tertentu. Begitu ditetapkan jadi tersangka, kata Romli, sedianya orang tersebut dinonaktifkan.
"Maka dia tidak sah karena bukan posisinya untuk melakukan penanganaan hukum," kata Romli.
Namun, pernyataan Romli dibantah oleh tim kuasa hukum KPK.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, memang diatur bagi pimpinan KPK untuk dihentikan dari institusi jika tersandung kasus hukum.
Namun, tak ada aturannya dalam undang-undang untuk memecat penyidik atau penyelidik yang tersangkut kasus.
"Memang tidak diatur secara khusus. Tapi kalau pimpinan diberhentikan, kenapa penyidik tidak?" kata Romli.
"Jadi hanya secara etik ya? Tidak ada dasar aturannya?" tanya Setiadi.
"Secara etik, mestinya dia mengundurkan diri sendiri tanpa harus dipaksa aturan," jawab Romli.
Romli mengatakan, jika ada pimpinan, pegawai, atau penyidik berstatus tersangka masih menjalankan tugasnya, maka akan berdampak pada kredibilitas KPK. Publik jadi tidak lagi mempercayai kinerja KPK.
"Ini masalah public trust. Kalau negara hukum, kita ikuti aturan," kata dia.