JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto mengatakan terdapat permasalahan regulasi dalam pelaksanaan reklamasi di teluk Jakarta. Hal itu berakibat pada penyalahgunaan kewenangan.
Bambang menuturkan, selama ini dasar hukum reklamasi Jakarta menggunakan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Padahal, lanjut dia, terdapat aturan yang lain di atasnya yaitu UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"UU 27/2007 tidak pernah dipakai sebagai rujukan. Karena aturannya harus jelas, salah satunya adalah perlu berdiskusi dengan masyarakat nelayan," kata Bambang dalam diskusi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Pasal 6 huruf d UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Dalam pasal 23 ayat 5, pemanfaatan pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang telah digunakan untuk kepentingan masyarakat, pemerintah, atau pemerintah daerah menerbitkan HP-3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir) setelah melakukan musyawarah dengan masyarakat yang bersangkutan.
"Kenapa aturan itu tidak dipakai? Adakah kesengajaan atau kelalaian? Karena indikasi penyalahgunaan kewenangan ada di titik itu," ucap Bambang.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengakui bahwa dalam hal reklamasi, pemerintah seharusnya menjadi simpul negosiasi publik. Meski demikian, menurut Siti, selama ini peran penting pemerintah tersebut belum dilakukan secara efektif.
"Pemerintah harus jadi simpul negosiasi dengan publik. Pemerintah saat ini belum jadi simpul negosiasi yang baik," ujar Siti.