JAKARTA, KOMPAS.com – Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Zenzi Suhadi mengatakan, kasus penyanderaan polisi hutan dan penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, merupakan tindakan pelanggaran hukum keras.
Kementerian LHK perlu mengambil langkah tegas menyikapi kasus tersebut.
“Kejadian kemarin ini betul-betul proses pelecehan terhadap negara. Negara harus menunjukkan wibawanya terhadap pelecehan seperti ini,” ujar Zenzi kepada Kompas.com, Senin (5/9/2016).
Tujuh polisi hutan penyidik KLHK sempat disandera sekelompok orang saat melakukan penyelidikan kebakaran lahan di Riau, Jumat (2/9/2016) lalu.
(baca: Pimpinan Komisi III Desak Polri Tindak Para Penyandera PPNS dan Polhut di Riau)
Zenzi menuturkan, kasus penyanderaan seperti itu bukan kali ini saja terjadi. Ketegasan pemerintah diperlukan agar kasus serupa tidak terjadi lagi oleh perusahaan lain di provinsi lain pula.
Salah satu langkah tegas yang dapat dilakukan pemerintah, yaitu dengan mencabut izin perusahaan. Pencabutan izin itu tak hanya di tingkat pusat, tetapi juga di level daerah.
“Kalau pemerintah tetap membiarkan perusahaan bercokol, mereka akan semakin berani," ucapnya.
Ia menambahkan, UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memungkinan bagi KLHK untuk mengambil langkah tegas terhadap pelaku perambah hutan.
(baca: Kapolri Bantah Ada Keakraban Polisi-Pengusaha Terkait Kebakaran Hutan di Riau)
Bahkan, menurut dia, tanpa melalui proses hukum di pengadilan pun, izin usaha perkebunan dan kehutanan yang sebelumnya telah diberikan dapat dicabut.
Zenzi menambahkan, langkah tegas yang diambil pemerintah pusat harus diikuti pemerintah daerah. Jika pemda menghambat upaya penegakkan hukum, maka pemerintah pusat dapat mengambil alih sepenuhnya.
“KLHK bisa menjalankan fungsinya dalam kewenangan second line enforcement. Artinya, ketika hukum administratif tidak dijalakan pemda, mereka bisa diambil alih KLHK. Artinya, KLHK punya kewenangan untuk cabut izinnya,” tegas dia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sebelumnya menegaskan, penyanderaan tersebut merupakan tindakan melawan hukum yang merendahkan kewibawaan Negara.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sebelumnya menegaskan, penyanderaan tersebut merupakan tindakan melawan hukum yang merendahkan kewibawaan Negara.
Menurut Siti, penyanderaan dilakukan sekelompok orang yang diduga dikerahkan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL).
Para petugas disandera ketika tengah melakukan penyelidikan lahan yang terbakar. (baca: Ini Kronologi Penyanderaan PPNS dan Polhut Saat Usut Kebakaran Lahan di Riau)
Siti mengatakan, dengan insiden ini, penyelidikan pada PT ASPL akan menjadi prioritas utama karena ada tiga hal penting yang melibatkan perusahaan tersebut.
Aktivitas tersebut, yakni pertama, perambahan kawasan hutan; kedua, pembakaran lahan; dan ketiga, penyanderaan.
APSL bantah
Seperti dikutip Kompas, Pengacara PT APSL Novalina Sirait membantah penyanderaan itu atas perintah atau didalangi perusahaan. Lahan yang terbakar milik kelompok tani, bukan termasuk milik perusahaan.
"Luas lahan PT APSL hanya 3.112 hektar di Rokan Hulu. Lahan kami tak terbakar, yang terbakar milik warga," ujarnya.
Sebelumnya, pengungsi yang ditemui di tepian Sungai Rokan Kiri mengaku bekerja di PT APSL. Mereka menyebut, lokasi perusahaan di perbatasan Kabupaten Rokan Hulu dan Rokan Hilir.