(Baca: Aktivitas di Pondok Pesantren Waria Dihentikan)
"Situasi seperti itu tentu membuat tidak nyaman. Umumnya mereka memutuskan berhenti sekolah. Bagaimana mereka mau memiliki ijazah kalau tidak bersekolah," tutur Rebecca.
Diskriminasi yang berakibat pada minimnya akses terhadap pendidikan, lanjut Rebecca, mengakibatkan seorang waria tidak memiliki banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat turut andil
Dia berpendapat, situasi menjadi lebih tidak adil ketika stigma negatif dari masyarakat yang ditujukan terhadap seorang waria pekerja seks justru lahir dari perlakuan diskriminatif di masyarakat.
Menurutnya, tidak bisa disangkal bahwa sebenarnya masyarakat juga memiliki andil dalam menciptakan kondisi kehidupan seorang waria yang dianggap tidak sesuai dengan norma.
Oleh sebab itu, dia bersama beberapa pegiat kemanusiaan di SWARA berupaya untuk memberdayakan komunitas waria remaja di jakarta melalui pemberian informasi dan pendidikan kepada waria remaja.
Selain itu, menurut Rebecca, SWARA secara rutin juga melakukan kerja pendampingan, advokasi dan mengadakan pelatihan keterampilan.
"Dari segi pendidikan seorang waria tidak mendapat akses yang sama dengan orang-orang lain. Itu yang membuat mereka akhirnya memilih menjadi pekerja seks. Memang benar sebagian besar waria itu merasa terpaksa menjadi pekerja seks," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.