JAKARTA, KOMPAS.com - Inspektur Jenderal (Pol) Purnawirawan Benny Joshua Mamoto menyoroti peristiwa penyanderaan warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina yang terus berulang.
Benny berpengalaman sebagai negosiator tunggal terhadap pembebasan tiga WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf pada 2005 silam.
Menurut Benny, seharusnya negosiasi terhadap para penyandera kali ini bersifat satu pintu, seperti yang dilakukannya dahulu.
Pihak-pihak yang berniat membantu pembebasan harus distop, komunikasi dengan keluarga juga harus diambilalih.
"Sehingga komunikasi itu terjadi hanya antara orang yang ditugaskan dengan penyandera. Dua orang itu saja," ujar Benny saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/7/2016).
(baca: Pemerintah RI Masih Mengesampingkan Operasi Militer Bebaskan Sandera di Filipina)
Komunikasi satu pintu ini berguna agar tidak ada pihak yang jalan sendiri-sendiri dalam upaya pembebasan. Sebab, jika demikian, pelaku leluasa memutuskan pihak mana yang dianggap lebih menguntungkan untuk kelompoknya sendiri.
"Misalnya, si A janjiin ini ke penyandera. Ternyata si B menjanjikan yang lain ke penyandera. Si penyandera seperti lelang saja kan, mana yang dia anggap menguntungkan, dia ambil. Jangan begitu, seharusnya satu pintu saja," ujar Benny.
Benny enggan mengomentari langkah pemerintah Indonesia dalam upaya pembebasan sandera dalam beberapa peristiwa terakhir.
(baca: Luhut Duga Berulang Kali Penyanderaan WNI karena Ukuran Kapal Kecil)
Negosiasi satu pintu itu, lanjut Benny, juga lebih memungkinkan sang negosiator melakukan pendekatan dan mengarahkan penyandera.
Berkaca saat dirinya dahulu menjadi negosiator tunggal, Benny melakukan pendekatan intensif ke kelompok penyandera. Tujuannya untuk mengenal penyandera lebih baik lagi. Tentunya sekaligus mencari kelemahan penyandera.
"Dalam pendekatan itu, berbagai isu bisa kita gunakan bertujuan untuk memengaruhi. Intinya memberikan gambaran bahwa menyandera orang Indonesia itu tidak akan dapat apa-apa," ujar Benny.
(baca: Jokowi Telepon Presiden Filipina Terkait WNI yang Disandera)
Selain itu, isu solidaritas seagama juga dapat digunakan untuk membujuk penyandera melepaskan sandera tanpa tebusan.
Buktinya, Benny yang saat itu masih aktif di Kepolisian dan bertugas di Interpol berhasil membebaskan satu dari tiga WNI yang disandera Abu Sayyaf. Adapun, dua sandera sudah dibebaskan terlebih dahulu melalui operasi militer Filipina.
Tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
(baca: WNI Kembali Disandera, Kewibawaan Indonesia Dipertanyakan)
Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.
Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.
(Baca: Menhan Filipina Minta Ryamizard Tidur Enak Saja Menunggu Pembebasan 7 WNI)
Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.
Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.