Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan Mahkota yang Hilang

Kompas.com - 24/05/2016, 05:20 WIB

Enggan diawasi

Berbagai putusan MK terkait pengawasan terhadap hakim konstitusi menegaskan posisi MK yang enggan untuk diawasi lembaga di luar MK. Hakim MK menolak jadi subyek dari pengawasan Komisi Yudisial (Putusan 5/PUU-III/2006).

Melalui UU No 8/2011 tentang Perubahan Pertama UU No 24/2003 tentang MK, pemerintah dan DPR berusaha untuk melakukan pengawasan melalui pembentukan Majelis Kehormatan MK.

Pasal-pasal dalam UU No 8/2011 yang mengatur mengenai pengawasan ini juga dibatalkan MK (Putusan 49/PUU-IX/2011).

Pasca tertangkap tangan Akil Mochtar, kembali konsep pengawasan yang diperkenalkan melalui UU No 4/2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1/2013 tentang Perubahan Kedua UU No 24/2003 tentang MK juga dibatalkan MK (Putusan 1-2/PUU-XII/2014).

MK lebih memilih membentuk Dewan Etik yang keanggotaannya dipilih dan ditetapkan Ketua MK.

Hasil pemeriksaan Dewan Etik itu sendiri memiliki beberapa hal yang dapat dipertanyakan. Sebagaimana yang beredar di berbagai media massa, Ketua MK Arief Hidayat diduga menyampaikan memo katebelece kepada Widyo Pramono, yang pada saat itu adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Menurut Arief Hidayat, memo tersebut ditujukan tidak untuk mempromosikansi pembawa memo (M Zainur Rochman), tetapi sebagai surat pengantar terhadap penilaian karya ilmiah Widyo Pramono sebagai prasyarat untuk menjadi profesor di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Akan tetapi, Jaksa Agung Muda Widyo Pramono menolak mengaku pernah menerima memo katebelece tersebut, bahkan tidak bertemu dengan si pembawa memo.Dewan Etik tidak mampu untuk membuktikan bantahan yang diberikan Widyo Pramono.

Namun, pengakuan dari Ketua MK mempermudah beban pembuktian Dewan Etik. Dengan membuat memo katebelece tersebut, Dewan Etik menyatakan Ketua MK telah melanggar kode etik, prinsip keempat ”kepantasan dan kesopanan”, dan menjatuhkan sanksi ”teguran lisan”.

Bagi para pemerhati hukum, pertanyaan yang muncul kemudian, apakah ”teguran lisan” tersebut cukup? Dengan konteks pada saat ini, di mana kita saling ”texting” dan mengirimkan pesan melalui ”tulisan”, menyampaikan sesuatu secara ”lisan” adalah sesuatu yang jarang dilakukan.

Teguran lisan merupakan sesuatu yang lebih sulit dilakukan karena Dewan Etik akan berhadapan dengan Ketua MK di mana kedua belah pihak dapat mengamati ekspresi muka dan emosi saat ”teguran” disampaikan.

Atmosfer tersebut tidak akan ditemukan apabila teguran yang disampaikan secara tertulis, yang mungkin saja dapat langsung disimpan di balik laci.

Apakah ”teguran” yang disampaikan secara lisan tersebut cukup? Mungkin dapat diperdebatkan bahwa dalam budaya Indonesia memberikan rekomendasi kepada orang lain adalah hal yang lumrah dilakukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com