Revisi UU Kepolisian dan UU Kejaksaan jadi relevan dalam Prolegnas Anti-korupsi karena ditujukan reformasi kelembagaan untuk meningkatkan kinerja, sekaligus menekan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam kedua lembaga tersebut. Revisi KUHAP menjadi strategis dalam perspektif Prolegnas Anti-korupsi ketika desain KUHAP ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas penegakan hukum, sehingga meminimalkan praktik korup pada sistem peradilan pidana Indonesia.
Adapun pembentukan UU illicit enrichment juga tak kalah strategisnya. UU illicit enrichment memberikan kewenangan kepada negara untuk melakukan penyitaan/perampasan aset bagi pejabat publik yang memiliki harta kekayaan yang tidak wajar dan tidak dapat menunjukkan asal-usul harta tersebut berasal. Hal ini berbeda dengan TPPU yang menekankan pada kriminalisasi perbuatan menyembunyikan hasil kejahatan.
Terakhir, revisi UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) diperlukan untuk memasukkan beberapa konsep kejahatan korupsi yang belum tercakup secara eksplisit di UU Tipikor, di antaranya Trading of Influence, korupsi sektor swasta, termasuk di dalamnya meredefinisikan ulang tindak pidana korupsi dalam rangka mencegah kriminalisasi kebijakan.
Berdasarkan hal tersebut, sudah selayaknya bila Presiden dan DPR menghapuskan revisi UU KPK dari Prolegnas, untuk kemudian mengalihkan energi dan sumber daya yang ada guna mendorong kelanjutan kegiatan Prolegnas Anti-korupsi berdasarkan TAP MPR No VIII/MPR/2001. Presiden bersama-sama dengan DPR sebaiknya berfokus untuk segera melaksanakan revisi UU Kepolisian, Kejaksaan, KUHAP, UU Tipikor, dan membentuk UU tentang illicit enrichment, sebagai komitmen dan dukungan upaya pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.
Giri Ahmad Taufik
Pengajar STH Jentera dan Peneliti PSHK
________________________
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Mei 2016, di halaman 7 dengan judul "Prolegnas Anti-korupsi".