Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Mediasi PPP-Pemerintah Diwarnai Keributan

Kompas.com - 27/04/2016, 13:52 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses mediasi antara Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta dengan pemerintah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/4/2016), sempat diwarnai keributan.

Ketidakhadiran Presiden Joko Widodo selaku tergugat 1 dalam proses mediasi merupakan penyebabnya.

Pantauan di lokasi, proses mediasi berlangsung secara tertutup. Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz, terlihat hadir dalam proses mediasi tersebut.

Sementara, Presiden Jokowi diwakili oleh pihak Sekretariat Negara.

Setelah kurang lebih menggelar pertemuan tertutup selama sepuluh menit, secara tiba-tiba kuasa hukum Djan, Humphrey Djemat, naik pitam saat berbicara dengan perwakilan Setneg.

"Silahkan sampaikan itu kepada Presiden," kata Humphrey.

Teriakan Humphrey sontak membuat sejumlah orang yang berada di luar ruang mediasi berusaha untuk melihat situasi di dalam melalui bilik kaca yang terdapat di pintu.

Namun, keributan tersebut berlangsung cukup singkat, setelah mediator berupaya untuk menenangkan masing-masing pihak. Tak selang berapa lama, masing-masing pihak telah saling bersalaman.

Dijumpai usai mediasi, Humphrey mengatakan, bahwa keributan tadi disebabkan karena ketidakhadiran Presiden Jokowi. (baca: Pengacara Djan: Masa Presiden Tak Beriktikad Baik? Sangat Memalukan)

Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 6 ayat (1), disebutkan jika para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

Menurut dia, dalam pertemuan mediasi sebelumnya, pihak Setneg telah berjanji akan menghadirkan Presiden Jokowi pada proses mediasi hari ini. Namun, janji tersebut tak dapat dipenuhi mereka.

(baca: Djan Faridz Akan Cabut Gugatan Rp 1 Triliun ke Pemerintah dengan Satu Syarat)

"Ini sangat berdampak buruk terhadap nama Presiden. Karena itu, kepada mediator kami meminta bahwa prinsipal (Presiden) tidak memiliki itikad baik," kata Humphrey.

Rupanya, permintaan tersebut tidak dapat diterima oleh pihak Setneg. Mereka meminta agar mediator tak perlu menyebut Presiden tak memiliki itikad baik di dalam putusannya.

"Dia (Setneg) bilang, jangan sebut-sebut itu di dalam keputusan itu. Saya bilang saya akan sebut. Dan saudara harus sampaikan ini, karena nama Presiden yang dipertaruhkan, bukan nama saudara," tegas dia.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com