Semua pihak perlu bertanggung jawab memperkuat parpol sebagai penggerak demokrasi. Dari sisi luar parpol, masyarakat sipil pun perlu menekan dan mendesak para elite parpol agar menjadi politisi yang benar, bukan memperkuat posisi sebagai oligarki yang membajak parpol sendiri.
Sesungguhnya yang paling penting adalah tekanan dari dalam, supaya parpol bergerak ke arah penguatan institusinya. Jadi, harus ada transformasi dari dalam yang hadir sebagai respons terhadap tekanan dari luar yang menghendaki agar parpol terlembaga secara demokratis.
Ini bisa terjadi manakala pola pikir yang ada tak eksklusif. Para elite partai yang inklusif, sebaliknya, sadar bahwa yang dilakukan parpol tidak dapat dilepaskan dari publik.
Parpol bukan milik elitenya, melainkan milik publik. Pengelola parpol jangan melembagakan sikap menutup diri.
Regulasi
Dari sisi sistem, pada akhirnya diperlukan regulasi yang orientasinya pada penguatan institusi parpol. Sistem kepartaian dan pemilu dewasa ini kelihatannya belum berorientasi ke sana, sehingga sering parpol bak gelandangan di rumah sendiri dan mengalami disorientasi.
Sistem pemilu proporsional terbuka dengan berdasarkan suara terbanyak sekadar membuat parpol jadi kendaraan politik yang tak mampu memastikan para kader terbaiknya terpilih. Mereka kalah dengan yang, meminjam istilah Nurcholish Madjid, "gizinya" banyak.
Bila demikian, pengaderan seolah-olah tak berguna dan memicu alasan elite parpol enggan melakukan pengaderan yang baik dalam bingkai penguatan institusi parpol.
Meski demikian, parpol dewa- sa ini tak boleh manja dan berharap dimanja negara. Mereka harus lebih dulu mampu memperbaiki wajahnya, menunjukkan kepada publik perubahan signifikan dalam menggerakkan demokrasi dengan kian tingginya persentase identifikasi partai sehingga peningkatan dana oleh negara tidak menuai protes luas.
M ALFAN ALFIAN
Dosen Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Nasional, Jakarta