Wawan yang tergabung dalam Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK) itu tertembak peluru tajam di kawasan Semanggi saat demonstrasi mahasiswa 1998.
"Sekecil apa pun harapan, saya akan selalu tetap optimistis. Pernyataan Pak Jokowi pada saat hari hak asasi manusia menunjukkan ia akan berani mencari terobosan untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, baik secara yudisial, non-yudisial, maupun rekonsiliasi," ujar Sumarsih.
Terkait wacana pemerintah untuk menempuh jalur rekonsiliasi, Sumarsih mengaku tidak berkeberatan sepanjang pengadilan HAM ad hoc berjalan.
Sesuai UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, mekanisme pembentukan pengadilan HAM ad hoc berawal dari penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Kemudian, Jaksa Agung menindaklanjuti berkas penyelidikan tersebut.
Bila ditemukan bukti adanya pelanggaran berat HAM, maka DPR akan memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc melalui Keppres.
"Kadang saya merasa putus asa. Namun, melihat banyaknya kekerasan yang dilakukan oleh petinggi negara, membuat saya tidak ingin tinggal diam. Kekerasan tidak boleh dibiarkan, hukum harus ditegakkan," ucap dia.
Bagi Sumarsih dan keluarga korban yang lain, aksi Kamisan menjadi harapan mereka untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo mewujudkan komitmennya dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. (Baca: Peringati 9 Tahun Kamisan, Keluarga Korban HAM Bagi-bagi Mawar untuk Polisi)
"Saya akan terus melalukan aksi ini sampai kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II dibawa ke meja pengadilan HAM ad hoc. Sampai tidak terjadi lagi pelanggaran HAM di negara ini," ujar Sumarsih.