JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Ade Komarudin mendukung usulan merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pascateror di kawasan Sarinah, Jakarta.
Dia meminta agar revisi ini dilakukan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sehingga bisa cepat terlaksana.
"Kalau revisi di tengah-tengah kegentingan yang memaksa seperti sekarang melalui proses normal biasa, saya yakin akan butuh waktu lama," kata Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Ade mengaku mendapat undangan dari Presiden Joko Widodo untuk datang ke Istana Negara pada Selasa (19/1/2016) pukul 10.00 WIB. Dia meyakini, salah satu pembahasannya adalah terkait revisi UU terorisme ini.
"Jadi saya akan sampaikan kepada Presiden sebaiknya perppu. Dan kemudian akan folow up di parlemen, karena perppu harus dapat persetujuan parlemen," ucap Ade.
Ade tak merinci substansi apa yang diharapkannya direvisi. Namun, ia berharap revisi ini nantinya bisa menambah kewenangan aparat penegak hukum dalam menangkal aksi terorisme.
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti sebelumnya mengatakan, UU Terorisme perlu direvisi. Menurut dia, revisi itu untuk memberi ruang kepada aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum terhadap siapa saja yang berpotensi melakukan aksi terorisme.
"Selama ini Polri bisa mendeteksi. Tapi tidak bisa menindak jika tidak ada tindak pidana yang dilakukannya," ujar Badrodin, Minggu (17/1/2016) malam. (baca: Kapolri Minta UU Terorisme Direvisi)
"Misalnya, sudah jelas-jelas ada orang datang dari Suriah. Kami tidak bisa menindak karena ada batasan. Maka itu kami minta pemerintah, DPR, merevisi UU Terorisme yang ada," lanjut dia.
Badrodin mengklaim, pendataan sekaligus pemetaan kelompok radikal Indonesia cukup baik. Aparat memantau pergerakan dan perkembangan jaringan dan orang per orang.
Akan tetapi, karena batasan UU, polisi tidak bisa menangkap, menahan atau melakukan interogasi. Polisi harus menunggu target melakukan suatu tindakan yang mengarah teror.
"Misalnya, beli bahan baku peledak, lalu dia survei lokasi, merekrut orang untuk meneror, mulai meneror dan sebagainya," ujar Badrodin.
Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutiyoso juga meminta penambahan kewenangan penangkapan dan penahanan sementara dalam penanganan terorisme. (baca: Sutiyoso Usul BIN Diberi Wewenang Penangkapan dan Penahanan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.