Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidayat Nur Wahid: Belum Terlambat Tetapkan Musibah Asap sebagai Bencana Nasional

Kompas.com - 08/10/2015, 14:47 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendesak pemerintah segera menetapkan musibah kabut asap yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan sebagai bencana nasional. Hal ini perlu dilakukan agar bisa melakukan penanganan yang lebih serius untuk menyelasaikan persoalan ini.

"Tidak ada kata terlambat untuk menjadikan itu bencana nasional, daripada mengabaikan masalah ini. Ini kan korbannya sudah jangka panjang," kata Hidayat, di Kompleks Parlemen, Kamis (8/10/2015).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, mengatakan, warga yang menjadi korban musibah kebakaran hutan dan lahan itu selama ini sudah sering menyuarakan penderitaan yang mereka rasakan. Seharusnya, Presiden Joko Widodo memerhatikan hal tersebut.

"Masalah ini sudah terjadi sebulan lebih dan menimbulkan korban. Bahkan negara tetangga juga sudah resah," ujarnya.

Ia menambahkan, dengan meningkatkan status menjadi bencana nasional, pemerintah akan memiliki legitimasi untuk menyalurkan anggaran yang lebih besar untuk menangani persoalan kabut asap. Dengan demikian, diharapkan masalah yang sudah berlangsung selama hampir dua bulan ini bisa segera diatasi.

Kompas.com / Dani Prabowo Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, draf revisi undang-undang biasanya dibuat melalui kajian mendalam yang bisa dipertanggungjawabkan. Demikian pula dengan usulan sejumlah fraksi melalui revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengusulkan masa kerja KPK selama 12 tahun sejak UU itu diberlakukan. 

"Kalau undang-undang kan ada naskah akademik, argumentasi ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga diputuskan 12 tahun atau 20 tahun, ada dasarnya," ujar Badrodin, saat ditemui di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (8/10/2015).

Meski demikian, Badrodin mengaku tidak mengetahui sama sekali mengenai naskah akademik revisi UU KPK tersebut. Menurut dia, kewenangan untuk mengomentari draf revisi UU KPK tersebut adalah DPR sebagai pembentuk undang-undang, sementara Polri hanya sebagai pelaksana undang-undang.

"Tapi saya enggak tahu naskah akademiknya. Kalau mau tanya baca dulu naskah akademiknya," kata Badrodin.

Sebelumnya, sebanyak enam fraksi di DPR mengusulkan perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015). Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar. B

eberapa poin revisi yang menjadi perhatian, antara lain, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp 50 miliar.

Selain itu, KPK diusulkan hanya memiliki masa kerja selama 12 tahun.Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan.

Ada juga usulan bahwa hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com