Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemerdekaan Keutamaan

Kompas.com - 03/09/2015, 15:51 WIB

Terus berkuasa

Alih-alih diadili, perangkat personalia rezim Orde Baru di ketiga cabang pemerintahan dibiarkan terus berkuasa dan, dengan demikian, terus mengangkangi pemerintahan pada tahun-tahun awal era Reformasi. Dari Orde Baru ke era Reformasi yang ada hanyalah pergantian aturan main, bukan pergantian personalia rezim, padahal esensi "rezim" menyangkut keduanya sekaligus. Itu berarti lisensi bagi transisi penuh kepalsuan serta berlakunya suatu "asymmetric tug of war"—tarik tambang kekuasaan yang sangat timpang, tetapi alot dan dan berkepanjangan—antara segelintir pejuang Reformasi (yang baru 1997 berusaha bangkit dari kondisi remuk akibat 32 tahun otoritarianisme) dengan "bablasan" personalia pemerintahan Orde Baru.

Tuntutan reformasi memang tak bisa ditolak begitu saja, betapa kecil pun kekuatan eksponennya. Itu adalah tuntutan kondisi obyektif, tuntutan zaman. Akan tetapi, fait accompli politik Presiden Soeharto membuat kekuasaan para terusan Orde Baru berlanjut. Ini terjadi lantaran penolakan Soeharto sejak 1987 untuk mengganti format politik darurat rezimnya yang sudah lama kedaluwarsa, bersimbah penyelewengan, dan mulai membusuk dari dalam kendati hingga 1997 dia sudah mengiming-imingkannya.

Jadilah reformasi suatu oksimoron—sebagai realitas ganda yang bertolak belakang pada dirinya. Begitulah negara merestui status quo di mana yang salah dan yang benar dibiarkan ko-eksis. Kebenaran sengaja dibuat tak pernah jelas, dengan arah kebijakan yang tak menentu.

Maka, merajalelalah penggadaian ideal-ideal reformasi, yang sesungguhnya merupakan ekstensi ideal-ideal kemerdekaan serta Pancasila itu sendiri. Reformasi menjadi "Reformasi". Sudah 17 tahun bangsa kita sengaja melaksanakan penipuan diri berjamaah.

Bukti tarik tambang kekuasaan yang sangat timpang dan destruktif di tahun-tahun awal "Reformasi" melimpah: Tragedi Ambon, Sampit, Poso, Semanggi, 13-14 Mei serta metamorfosis partai-partai yang semula bertolak dari niat dan jargon Reformasi menjadi tak terbedakan dari kalangan dan lingkungan Golkar yang sudah puluhan tahun ditengarai bergelimang korupsi. Rangkaian kasus mahakorupsi BLBI, misteri perpanjangan kontrak dengan Freeport, LNG Tangguh, Indosat, dan seterusnya. Rangkaian tragedi politik dan ekonomi ini sungguh bukan hanya menguras timbunan dana publik dan aneka sumber daya alam kita, melainkan juga reservoir kewarasan politik dan akal budi bangsa kita.

Pelanggengan anakronistis

Dengan kata lain, konflik kepentingan atau konflik prinsipiil berskala besar sengaja dilanggengkan dalam pemerintahan. Sama sekali tak mengherankan jika pelanggengan anakronistis ini terus berlangsung dan menyebarkan kotoran busuknya ke segenap sisi dan dimensi kehidupan kita bernegara hingga sekarang. Semua ini kita kemukakan sama sekali bukan untuk menolak apa yang sudah terjadi sebab itu pastilah mustahil, melainkan untuk menentukan perjalanan bangsa kita ke depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Nasional
Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Nasional
Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Nasional
Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com