Terus berkuasa
Alih-alih diadili, perangkat personalia rezim Orde Baru di ketiga cabang pemerintahan dibiarkan terus berkuasa dan, dengan demikian, terus mengangkangi pemerintahan pada tahun-tahun awal era Reformasi. Dari Orde Baru ke era Reformasi yang ada hanyalah pergantian aturan main, bukan pergantian personalia rezim, padahal esensi "rezim" menyangkut keduanya sekaligus. Itu berarti lisensi bagi transisi penuh kepalsuan serta berlakunya suatu "asymmetric tug of war"—tarik tambang kekuasaan yang sangat timpang, tetapi alot dan dan berkepanjangan—antara segelintir pejuang Reformasi (yang baru 1997 berusaha bangkit dari kondisi remuk akibat 32 tahun otoritarianisme) dengan "bablasan" personalia pemerintahan Orde Baru.
Tuntutan reformasi memang tak bisa ditolak begitu saja, betapa kecil pun kekuatan eksponennya. Itu adalah tuntutan kondisi obyektif, tuntutan zaman. Akan tetapi, fait accompli politik Presiden Soeharto membuat kekuasaan para terusan Orde Baru berlanjut. Ini terjadi lantaran penolakan Soeharto sejak 1987 untuk mengganti format politik darurat rezimnya yang sudah lama kedaluwarsa, bersimbah penyelewengan, dan mulai membusuk dari dalam kendati hingga 1997 dia sudah mengiming-imingkannya.
Jadilah reformasi suatu oksimoron—sebagai realitas ganda yang bertolak belakang pada dirinya. Begitulah negara merestui status quo di mana yang salah dan yang benar dibiarkan ko-eksis. Kebenaran sengaja dibuat tak pernah jelas, dengan arah kebijakan yang tak menentu.
Maka, merajalelalah penggadaian ideal-ideal reformasi, yang sesungguhnya merupakan ekstensi ideal-ideal kemerdekaan serta Pancasila itu sendiri. Reformasi menjadi "Reformasi". Sudah 17 tahun bangsa kita sengaja melaksanakan penipuan diri berjamaah.
Bukti tarik tambang kekuasaan yang sangat timpang dan destruktif di tahun-tahun awal "Reformasi" melimpah: Tragedi Ambon, Sampit, Poso, Semanggi, 13-14 Mei serta metamorfosis partai-partai yang semula bertolak dari niat dan jargon Reformasi menjadi tak terbedakan dari kalangan dan lingkungan Golkar yang sudah puluhan tahun ditengarai bergelimang korupsi. Rangkaian kasus mahakorupsi BLBI, misteri perpanjangan kontrak dengan Freeport, LNG Tangguh, Indosat, dan seterusnya. Rangkaian tragedi politik dan ekonomi ini sungguh bukan hanya menguras timbunan dana publik dan aneka sumber daya alam kita, melainkan juga reservoir kewarasan politik dan akal budi bangsa kita.
Pelanggengan anakronistis
Dengan kata lain, konflik kepentingan atau konflik prinsipiil berskala besar sengaja dilanggengkan dalam pemerintahan. Sama sekali tak mengherankan jika pelanggengan anakronistis ini terus berlangsung dan menyebarkan kotoran busuknya ke segenap sisi dan dimensi kehidupan kita bernegara hingga sekarang. Semua ini kita kemukakan sama sekali bukan untuk menolak apa yang sudah terjadi sebab itu pastilah mustahil, melainkan untuk menentukan perjalanan bangsa kita ke depan.