Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemerdekaan Keutamaan

Kompas.com - 03/09/2015, 15:51 WIB

Oleh: Mochtar Pabottingi

JAKARTA, KOMPAS - Kala para leluhur, pelopor, dan martir-syuhada bangsa memperjuangkan kemerdekaan, inti perjuangan tersimpul dalam satu kata: keutamaan. Ini bersifat multidimensional dan lebur satu sama lain: harkat individu-kolektivitas, napas iman, serta kecintaan kepada Tanah Air, tradisi, dan kebudayaan. Merangkum semua kesadaran politik modern yang menjunjung keadilan dan kebenaran, mengangkat setiap individu-kelompok ke posisi politik terhormat.

Kemerdekaan kita mustahil dipahami di luar konteks penjajahan. Kebangkitan nasional tak lain dari geliat kesadaran kolektivitas politik bangsa Indonesia akan hak-hak dasarnya yang berabad dirampas, termasuk kesadaran tentang bagaimana mengelola negara-bangsa. Di situlah kemerdekaan bertumpu dan menuju.

Keutamaan jadinya bermuara pada sehimpunan prinsip politik komprehensif dalam posisi dialektis dengan titik perkembangan sejarah bangsa kita pada puncak kolonialisme di paruh abad ke-20.

Penjajahan yang kita alami, berupa himpunan laku nista sistemik, seperti pemerasan, penindasan, dan dehumanisasi, adalah demi ekstraksi ekonomi-politik kolonial yang berskala masif. Sirnanya "a center of gravity" bumiputra di Nusantara—sejak ujung abad ke-16 dan selama sekitar 350 tahun—berganti dengan muslihat praktis yang mengeksploitasi seluruh rakyat dan Tanah Air kita dalam bentuknya yang paling kasar dan mentah.

Kezaliman kolonial

Dalam penjajahan, leluhur kita banyak diperlakukan bak binatang. Karl Marx menyebut praktik ini sebagai "a primitive accumulation". Jan Pieterszoon Coen (1587-1629) membela kezaliman kolonialnya dengan menyatakan, "Tak bolehkah seorang Eropa memperlakukan ternaknya sesukanya?" Hingga abad ke-20, "honden" dan "inlander" disamakan.

Pemahaman kemerdekaan sebagai perayaan sehimpunan keutamaan politik niscaya harus selalu dikaitkan dengan pesan sentral pidato pembelaan Bung Hatta (Indonesie Vrij, 1928) dan Bung Karno (Indonesia Menggoegat, 1930) serta refleksi Bung Sjahrir (Renungan Indonesia, 1951). Jika Bung Hatta dan Bung Karno menegaskan historisitas antitesis kemerdekaan dengan penjajahan, Bung Sjahrir memurnikan antitesis tersebut dengan renungan kritis nasionalismenya yang terkenal.

Pancasila adalah penyimpul segenap prinsip antitesis yang diutarakan. Sebagai kristalisasi-sublimasi dialektis dari alam penjajahan, Pancasila berfungsi sebagai perumus himpunan prinsip keutamaan politik, sekaligus tumpuan bagi suatu koreksi radikal terhadap realitas penjajahan beserta kemungkinan repetisinya dalam aneka bentuk.

Kita tahu, sebagian dari praktik ekonomi-politik Orde Baru adalah copy paste dari praktik Hindia Belanda. Parlemen Orde Baru, misalnya, adalah substitusi Volksraad. Begitu pula rantai panjang laku teror terhadap rakyat serta kebijakan-kebijakan di bidang pers dan bahan-bahan makanan pokok. L'histoire se repete!

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com