Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Nilai Komnas HAM Kondisikan Korban untuk Setujui Rekonsiliasi

Kompas.com - 06/07/2015, 10:31 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontaS) Haris Azhar menilai, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, tidak 'fair' dalam bekerja. Mereka dinilai telah diam-diam mendekati korban pelanggaran HAM dan membujuknya supaya menyetujui upaya rekonsiliasi.

"Secara diam-diam, kami mendengar korban HAM masa lalu itu didekati. Mereka dikondisikan agar setuju dengan rekonsiliasi," ujar Haris saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/7/2015).

Yang dianggap tidak 'fair' menurut Haris adalah, melalui pendekatan itu Komnas HAM dianggap hendak menjauhkan korban pelanggaran HAM atau keluarganya dengan aktivis HAM, KontraS salah satunya. Haris menganggap, Komnas HAM tidak mau berurusan dengan aktivis HAM supaya tidak mengganggu kerja mereka.

Para aktivis HAM sendiri, lanjut Haris, tidak menyetujui rekonsiliasi perkara pelanggaran berat HAM di masa lalu. Langkah rekonsiliasi tanpa melalui proses hukum, sebut Haris, dianggap memotong rasa keadilan korban serta keluarganya.

"Kami sudah mengumpulkan penyelidik kasus berat HAM, mantan Komnas HAM, pegiat HAM dan lain-lain. Kita sepakat rekonsiliasi hanya boleh dilakukan jika itu diminta oleh korban," ujar Haris.

Para pegiat HAM, lanjut Haris, berpendapat, pemerintah boleh saja membentuk tim untuk menuntaskan pelanggaran berat HAM di masa lalu. Namun, tim tersebut diharapkan hanya memeriksa mana berkas perkara yang patut diproses hukum dan mana yang tidak, bukan malah mengarahkan penyelesaian perkara melalui rekonsiliasi.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, pemerintah berupaya merekonsiliasi korban pelanggaran berat HAM masa lalu. Tiga tahapan rekonsiliasi itu yakni pernyataan negara bahwa ada pelanggaran HAM, dilanjutkan dengan kesepakatan bersama antara korban dan pelaku, kemudian diakhiri dengan permintaan maaf negara kepada korban atau keluarganya. Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti juga mengungkapkan hal yang sama.

"Ya rekonsiliasi itu untuk pelanggaran berat HAM. Ada tujuh yang diidentifikasi, mulai dari peristiwa 1965, Talangsari, Semanggi I, II, Wasior dan lainnya. (Penyelesaian melalui jalur yustisia) itu sudah tidak lagi kalau sudah direkonsiliasi" ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (3/7/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com