Arif mengatakan, Yusman dan kakak iparnya, Rasula Hia didakwa melakukan pembunuhan terhadap tiga orang majikan Yusman yang ingin membeli tokek. Namun, kata Arif, Kontras menemukan kejanggalan yang terjadi mulai dari proses penyidikan hingga persidangan.
"Ini kasus sudah lama, tahun 2012. Tapi ada beberapa kejanggalan setelah kita pelajari. Misalnya dalam proses pemeriksaan oleh penyidik hingga persidangan, mereka tidak didampingi penasihat hukum," kata Arif, di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (16/3/2015).
Selain itu, kata Arif, penyidik hanya menggali fakta berasarkan keterangan kedua terdakwa tanpa meminta keterangan saksi lainnya. Terlebih lagi, lanjut dia, pengakuan yang diutarakan Yusman dan Rasula dibawah tekanan penyidik dengan ancaman penyiksaan.
"Dalam proses penyidikan, tidak ada seorang saksi pun yang menguatkan bahwa Yusman dan Rasulah terlibat dalam pembunuhan berencana tersebut," ujar Arif.
Sementara itu, empat orang yang diduga sebagai pelaku utama dari peristiwa pembunuhan tersebut, yaitu Amosi Hia, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia, dan Jeni yang masuk daftar pencarian orang, hingga kini belum juga ditangkap. Selain itu, adanya perubahan motif pembunuhan terhadap ketiga korban pada proses persidangan.
Sejak awal penyidikan, Yusman dan Rasula disangkakan melakukan pembunuhan karena uang pembelian tokek senilai Rp 500 juta.
"Tapi dalam proses persidangan, motif tersebut beeubah karena tidak terbukti. Jadi motif diganti dengan penjualan kepala korban sebagai jimat. Memang kepala dua korban ini hilang," ujar dia.
Kontras juga menemukan bahwa identitas tahun kelahiran Yusman dipalsukan. Saat dituntut, berdasarkan akta baptisnya, usia Yusman seharusnya masih berusia 16 tahun. Namun, penyidik mengubahnya menjadi usia 19 tahun sehingga bisa divonis hukuman mati.
"Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana tidak boleh dijatuhi hukuman mati," kata Arif.
Sementara itu, Koordinator Kontras Haris Azhar menduga pihak kepolisian hingga kejaksaan yang memproses hukum Yusman dan Rasulah kompak "bermain" dalam kasus tersebut. Menurut Haris, bisa saja polisi merekayasa kasus untuk mencari sensasi dan mengejar target kasus.
"Bisa jadi motif kejar setoran kasus," kata Haris.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.