Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Sarpin Dianggap Gunakan Tafsir Kontekstual Pribadi terhadap Aturan Praperadilan

Kompas.com - 16/02/2015, 20:08 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menilai hakim Sarpin Rizaldi menggunakan paham kontekstual terhadap Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam mengabulkan permohonan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

"Saya menilai, hakim menggunakan paham kontekstual pribadinya, ketimbang paham tekstual Pasal 77 KUHP. Ini suatu dampak luar biasa terhadap hukum acara pidana," ujar Bayu, saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/2/2015).

Bayu mengatakan, seorang hakim memang diberikan kewenangan untuk memutuskan suatu peradilan atas dasar undang-undang yang digunakan. Terlebih lagi, hakim memiliki pertimbangan-pertimbangan dalam melihat konteks perkara yang sedang dihadapi.

Dalam praperadilan yang diajukan Budi Gunawan, sebut Bayu, hakim Sarpin menganggap penetapan tersangka berdasar Pasal 77 KUHAP sebagai suatu pemaksaan. Hal tersebut yang mengakibatkan hakim memilih menolak eksepsi dari termohon (KPK).

Dari kaca mata pengamat hukum, menurut Bayu, hal tersebut adalah perluasan makna terhadap Pasal 77 KUHAP. Dalam Pasal 77 KUHAP, terdapat enam hal dalam sebuah proses hukum yang dapat diajukan praperadilan, yaitu sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan. Selain itu, diatur pula mekanisme mengenai permintaan ganti rugi dan rehabilitasi nama baik.

"Sprindik (surat perintah penyidikan) tertanggal 12 Januari apa berdasar hukum? Ternyata hakim memilih menyetujui dalil pemohon (Budi Gunawan), bahwa keputusan KPK tidak berdasarkan hukum. Bagi kami, hal ini kurang tepat," kata Bayu.

Meski demikian, Bayu menegaskan bahwa hakim memiliki kewenangan dalam menentukan putusan pengadilan, atas dasar pertimbangan hukum yang dimiliki. Bayu mengatakan, apa pun keputusan hakim adalah suatu keputusan hukum.

Selain itu, Bayu juga menilai perlu ada revisi terhadap KUHAP. "DPR harus jelaksan secara verbal, mengenai pembatasan praperadilan bagi seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.

Revisi ini, menurutnya, perlu dilakukan untuk menghindari pemaknaan seperti yang dilakukan hakim Sarpin. "Agar pemaknaan tidak meluas," kata Bayu.

Bayu mengakui bahwa dengan adanya persetujuan hakim terhadap praperadilan yang diajukan Budi Gunawan, hal itu akan mempersulit penegak hukum dalam melakukan proses hukum terhadap pelaku kesalahan. Dikhawatirkan, setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka, dapat memohonkan praperadilan atas penetapan tersebut.

Meski demikian, bukan berarti semua hakim akan menyetujui saat penetapan tersangka digugat melalui praperadilan. Menurut dia, masing-masing hakim memiliki pandangan dan pertimbangan hukum yang berbeda-beda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Blak-blakan KPK Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung

Blak-blakan KPK Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung

Nasional
Kepada Polri, Puan: Berantas Segera Para Bandar Judi 'Online'

Kepada Polri, Puan: Berantas Segera Para Bandar Judi "Online"

Nasional
Ketua KPK Akui PR Besar Penggantinya Koordinasi dengan Polri dan Kejagung jika Ada yang Ditangkap

Ketua KPK Akui PR Besar Penggantinya Koordinasi dengan Polri dan Kejagung jika Ada yang Ditangkap

Nasional
PDI-P Dinilai Sulit Kalahkan Koalisi Khofifah jika Tak Bermitra dengan PKB pada Pilkada Jatim

PDI-P Dinilai Sulit Kalahkan Koalisi Khofifah jika Tak Bermitra dengan PKB pada Pilkada Jatim

Nasional
Cak Imin Tegaskan PKB Tak Akan Pasangkan Anies dengan Sohibul Iman pada Pilkada Jakarta

Cak Imin Tegaskan PKB Tak Akan Pasangkan Anies dengan Sohibul Iman pada Pilkada Jakarta

Nasional
Saat Kapolri Minta Maaf di HUT Ke-78 Bhayangkara, tapi...

Saat Kapolri Minta Maaf di HUT Ke-78 Bhayangkara, tapi...

Nasional
Komnas Perempuan Harap DKPP Sanksi Berat Ketua KPU jika Terbukti Lakukan Tindak Asusila

Komnas Perempuan Harap DKPP Sanksi Berat Ketua KPU jika Terbukti Lakukan Tindak Asusila

Nasional
Masyarakat yang Dirugikan Peretasan PDN Diimbau Lapor ke Posko Daring

Masyarakat yang Dirugikan Peretasan PDN Diimbau Lapor ke Posko Daring

Nasional
Pasca-Peretasan, Aktivitas PDN Diawasi Langsung BSSN

Pasca-Peretasan, Aktivitas PDN Diawasi Langsung BSSN

Nasional
PDN Diretas, Pemerintah Wajibkan Kementerian 'Back Up' Data Berlapis

PDN Diretas, Pemerintah Wajibkan Kementerian "Back Up" Data Berlapis

Nasional
DPR Anggap Menag Salahi Aturan, Komisi VIII Dorong Pembentukan Pansus

DPR Anggap Menag Salahi Aturan, Komisi VIII Dorong Pembentukan Pansus

Nasional
Setelah PKS Ngotot Usung Sohibul Iman, PDI-P-PKB Siapkan Andika Jadi Alternatif Pendamping Anies

Setelah PKS Ngotot Usung Sohibul Iman, PDI-P-PKB Siapkan Andika Jadi Alternatif Pendamping Anies

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pemerintah Temukan Biang Kerok Peretasan PDN | Perdebatan Sekjen PKS Vs Kaesang

[POPULER NASIONAL] Pemerintah Temukan Biang Kerok Peretasan PDN | Perdebatan Sekjen PKS Vs Kaesang

Nasional
Agar Tak Ada Haji Colongan, DPR Usul Masa Berlaku Visa Umrah, Kunjungan, dan Ziarah Dikurangi

Agar Tak Ada Haji Colongan, DPR Usul Masa Berlaku Visa Umrah, Kunjungan, dan Ziarah Dikurangi

Nasional
Kontras Sebut 7 Polisi Tewas dalam Konflik OPM di Papua Setahun Terakhir

Kontras Sebut 7 Polisi Tewas dalam Konflik OPM di Papua Setahun Terakhir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com