KOMPAS.com - Sepekan terakhir, Presiden Joko Widodo menjadi sorotan publik. Semua perhatian tertuju pada wong Solo itu pasca pengajuan calon Kepala Kepolisian Negara RI, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, ke DPR. Di tengah tekanan politik yang kuat, Presiden tetap menjalani tugas kenegaraan dengan senyum meskipun adakalanya menunjukkan rasa tak nyaman.
Kendati aktivitas dan jadwal kerja Presiden berjalan seperti biasa, selama sepekan ini suasana istana maupun saat kunjungan kerja ke beberapa daerah terasa berbeda. Misalnya, kompleks istana yang biasanya terasa hangat mendadak berjarak.
Suasana ini dirasakan pers, yang meskipun datang lebih pagi dan pulang lebih larut, tak bisa leluasa mendekat ke Jokowi seperti biasanya, termasuk mendekat ke istana atau kantor presiden. Padahal, di tengah isu tersebut, pers butuh informasi terbaru.
Presiden dan menteri di sekitarnya, yang biasanya mudah dicegat dan memberikan penjelasan, mendadak irit bicara. Padahal, banyak persoalan yang membutuhkan konfirmasi Presiden, terutama terkait pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri.
Kesempatan mengonfirmasi langsung soal pencalonan Budi Gunawan yang dinilai kontroversial sebagai Kapolri terjadi pertama kali saat Presiden mengunjungi PT PAL Indonesia serta PT Dok dan Perkapalan Surabaya, pekan lalu. Namun, kesempatan itu hanya dijawab Jokowi dengan singkat.
”Sudah dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), hak prerogatif saya pakai, saya pilih. Saya sampaikan ke DPR,” jawabnya dengan mimik wajah serius.
Begitu ditanya apakah pencalonan Budi karena faktor kedekatan, Jokowi balik bertanya, ”Apanya?”
Saat pertanyaan diulang, Jokowi dengan cerdik menjawab, ”Masak saya pilih yang jauh.” Jokowi kemudian tertawa sendiri. Pertanyaan diajukan karena Budi pernah menjadi ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri, yang notabene Ketua Umum PDI-P, dan Jokowi adalah kader PDI-P.
Diminta menunggu
Rasa penasaran di balik pengangkatan Budi terus berlanjut saat Presiden mengunjungi PT Pindad di Bandung, Senin (12/1). Presiden kembali mengulang jawabannya terkait pemilihan satu calon dari sejumlah nama usulan Kompolnas. Ia minta publik menunggu proses DPR.
Namun, saat ditanya mengapa Presiden tidak melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Komisi Pemberantasan Korupsi seperti saat memilih Kabinet Kerja, Jokowi seperti tak nyaman. Meski demikian, ia tetap menjawab.
”Nanti kalau saya jawab, larinya ke tempat lain. Sudah,” katanya sambil meninggalkan pers yang terbengong.
Saat dicecar lagi di PT Dirgantara Indonesia. Jokowi menjawab agak tegas, ”Sudah tiga kali saya sampaikan itu. Ini yang terakhir. Proses ini sudah saya sampaikan ke Dewan, silakan tanyakan ke sana.”
Hari berikutnya, Selasa (13/1), situasi mulai memanas. Diawali ketika Presiden menerima Kompolnas. Seperti ingin menjawab keraguan publik terhadap dugaan rekening mencurigakan Budi, Kompolnas yang diketuai Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menegaskan tak ada yang perlu dipermasalahkan dari pencalonan itu. Alasannya, hal itu didasarkan pada penyelidikan internal Polri.
Petir di tengah hari bolong seperti menyambar saat KPK menetapkan Budi sebagai tersangka korupsi menerima gratifikasi. Waktu diumumkan KPK, Jokowi tengah berada di dalam mobil dinasnya yang tengah melaju menuju kantor Badan Intelijen Negara di Kalibata.