"Selama ini sudah PK kan, bisa PK lagi, enggak pernah habis, tidak ada batas waktu sehingga kita tidak bisa mengambil keputusan kasus yang sudah inkrah sehingga kemarin kami dengan MA minta PK dibatasi berapa kali dan nanti kita juga minta waktunya untuk menentukan kapan kita melaksanakan putusan pengadilan," kata Tedjo yang ditemui di sela-sela acara open house Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly di Jakarta, Sabtu (3/1/2015).
Pernyataan Tedjo ini menanggai langkah MA yang menerbitkan surat edaran yang intinya menyatakan bahwa PK untuk perkara pidana dibatasi menjadi hanya satu kali. Menurut Tedjo, tanpa adanya batasan pengajuan PK, pemerintah terhalang untuk melaksanakan hukuman mati kepada terpidana narkotika.
"Seperti kemarin begitu ada berita mau ada yang dihukum mati langsung semua minta PK lagi karena mereka akan mencari novum, bukti baru lagi, jadi kapan mau selesai kalau begitu?" ucap dia.
Padahal, di sisi lain Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan agar eksekusi mati terpidana kasus narkotika segera dilaksanakan.
Seperti diberitakan sebelumnya, MA menerbitkan Surat Edaran yang intinya membatasi waktu pengajuan PK sehingga hanya boleh satu kali. Surat Edaran MA ini bertentangan dengan putusan MK yang menyatakan bahwa ketentuan pembatasan PK dalam hukum acara pidana adalah inkonstitusional.
Mengenai pelaksanaan Surat Edaran MA yang bertentangan dengan putusan MK ini, Tedjo menyampaikan bahwa pemerintah akan kembali berkoordinasi dengan MA dan MK. "Ya nanti, tentu kita akan koordinasikan dengan MK dan MA," ujar Tedjo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.