Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabinet dan Janji Jokowi

Kompas.com - 23/09/2014, 17:54 WIB


DEPOK, KOMPAS.com - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan postur kabinet pemerintahannya. Dari 34 kementerian yang ada, Jokowi akan memberikan jatah 16 kursi menteri untuk partai politik.

Keputusan ini dinilai sejumlah pihak sangat tidak sejalan dengan pernyataannya bahwa koalisi partai politik (parpol) pendukungnya adalah koalisi tanpa syarat.

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, misalnya menilai, jumlah 16 kursi menteri yang dialokasikan Jokowi-Jusuf Kalla untuk parpol terlalu banyak. Amien mempertanyakan komitmen Jokowi yang awalnya menyatakan ingin membentuk kabinet ramping dan tanpa bagi-bagi kursi.

Koalisi Merah Putih, menurut Amien, tak tergoda dengan belasan kursi menteri yang dialokasikan Jokowi untuk parpol, meskipun ada yang menyebutkan beberapa kader dari partai yang tergabung dalam koalisi itu mungkin akan mengisi kabinet Jokowi-JK.

"Enam belas kursi menteri itu hendaknya diisi sepenuhnya oleh Koalisi Indonesia Hebat (koalisi Jokowi-JK). Biarlah Merah Putih menjadi penyeimbang di legislatif," kata Amien.

Menurut Amien, dengan menjadi penyeimbang, mereka dapat mengawasi kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah, sehingga tidak bisa mengambil kebijakan sewenang-wenang dan merugikan rakyat.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto juga berpendapat sama bahwa 16 kursi menteri bagi parpol terlalu banyak. Keputusan ini mengecewakan masyarakat karena publik menduga jatah menteri dari parpol sedikit saja mengingat pernyataan koalisi parpol tanpa yarat.

"Jika itu sudah keputusan Jokowi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu harus benar-benar bisa memilih dan menempatkan seseorang yang tepat sebagai menteri," kata Gun-Gun.

Pernyataan senada disampaikan pengamat politik Center for Strategic of International Studies (CSIS), J. Kristiadi bahwa Jokowi-JK harus selektif dalam memilih menteri kabinetnya.

"Jokowi harus memilih orang yang bekerja tanpa pamrih, tidak memikirkan kepentingan-kepentingan politik lain-lain sebagaimana orang partai yang hanya dicalonkan oleh partainya," tuturnya.

Pada postur kabinetnya nanti, Jokowi akan mengubah beberapa nama kementerian. Hingga saat ini, sudah ada dua nama kementerian yang akan diganti, yaitu Kementerian Pertanian menjadi Kementerian Pangan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan berubah nama menjadi Kementerian Maritim.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro meminta kepada Jokowi untuk membuktikan janjinya saat kampanye dengan menyatakan akan memberlakukan koalisi tanpa syarat dan memberantas praktik ransaksional politik. Menurut Siti, jatah 16 kursi untuk parpol tidak menggambarkan apa yang dia janjikan.

"Jadi koalisi tanpa syarat dan tidak transaksional ini mana? Tolong ditunjukkan," pintanya.

Siti mengingatkan, Jokowi sudah terlanjur menjanjikan hal-hal yang sangat membanggakan dan memberikan harapan besar bagi masyarakat. Jika Jokowi sampai melupakan janji-janjinya, maka legitimasi rakyat kepada Jokowi akan berkurang. Rakyat akan menilai apa yang diucapkan Jokowi ternyata tidak sesuai dengan apa yang akan dia implementasikan.

"Pak Jokowi mempertaruhkan dirinya sendiri," katanya.

Saat ini, lanjut Siti, yang harus dilakukan Jokowi adalah memastikan calon menteri yang akan masuk dalam kabinetnya adalah orang-orang yang tepat dan kompeten di bidangnya. Dia harus memastikan kepada masyarakat bahwa pilihan menterinya sesuai dengan harapan rakyat.

"Orang yang didudukkan harus betul-betul bukan orang yang kontroversial," katanya.

Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk menyebutkan, sebenarnya publik berharap tidak banyak orang partai (di kabinet).

"Harapan ini bisa dimaklumi karena sekarang ketidak-percayaan masyarakat terhadap parpol sangat tinggi. Tiga menteri yang korupsi dari parpol semua," ucap dia.

Satu-satunya cara agar hal serupa tidak terulang adalah dengan mencari menteri yang benar-benar berintegritas serta profesional di bidangnya. Dia percaya, masih banyak kader parpol yang juga profesional dan ahli dalam berbagai bidang.

"Sepanjang kriteria profesionalitas dan integritas itu dipenuhi Jokowi, saya rasa tidak masalah," ujarnya.

Bukan bagi-bagi kursi

Menurut peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ardian Sopa, postur kabinet yang telah disampaikan Jokowi-JK itu merupakan sebuah wujud kompromi politik yang dilakukan tanpa mengubah gagasan awal terkait kabinet profesional.

"Jokowi sudah berulang kali menginginkan kabinet profesional. Tapi politik adalah seni berkompromi," katanya.

Ia menambahkan bahwa dengan postur kabinet seperti itu, pemerintahan Jokowi-JK sudah mulai menemui benturan-benturan politik yang harus diselesaikan dengan cara berkompromi.

"Misalkan ada aturan menteri tidak boleh ketua umum parpol, bisa saja nanti diganti menjadi ketua pembina. Nah, kompromi-kompromi seperti itu yang bisa terus berlanjut," kata Ardian.

Jokowi merasa perlu memberikan klarifikasi bahwa pemberian jatah 16 kursi menteri untuk parpol pendukungnya bukanlah praktik bagi-bagi kursi kekuasaan atau sebagai bentuk kompromi.

Dia menyebutkan, praktik yang dinamakan transaksional bagi-bagi kursi menteri dilakukan sebelum pemilihan presiden dimulai, sedangkan ia baru mengkalkulasikan 16 kursi menteri untuk parpol dan 18 kursi untuk profesional nonpartai, setelah menang pemilihan presiden.

Jokowi merasa perlu merangkul kekuatan parpol di parlemen terutama yang mendukungnya pada Pilpres 2014, agar program-program prioritasnya dapat berjalan. Dia juga memastikan tidak ada pihak yang bisa mengintevensi ketika memilih menteri dari parpol.

Menurut Jokowi, banyaknya porsi untuk profesional karena dia ingin membentuk kabinet yang kuat. Walaupun berasal dari partai, Jokowi tetap ingin sosok yang profesional. Jokowi memastikan setidaknya Menteri Keuangan, Energi, BUMN dan Pertanian akan diisi oleh profesional non-parpol.

Sementara pertimbangan menggunakan 34 kementerian di pemerintahannya selain karena luasnya wilayah Indonesia, juga jumlah penduduk Indonesia yang banyak.

"Telah diputuskan jumlah kementeriannya 34. Yang paling penting kita ingin membangun kabinet yang kuat, siap bekerja dan melaksanakan program-program. Arahnya ke sana," ujarnya.

Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam mengatakan, apabila postur kabinet Jokowi sama seperti pemerintahan SBY, 34 kementerian, tentu tidak akan merubah alokasinya secara signifikan. Jika Jokowi mau melakukan penghematan, katanya, dia harus benar-benar melihat pos-pos alokasi yang dinilai menggunakan anggaran besar.

"Selama ini cukup banyak anggaran-anggaran di kementerian yang masih bisa diefisienkan," kata Roy Salam.

Sementara pengamat kebijakan publik dari LIPI Indria Samego mengingatkan, yang terpenting Jokowi harus mencegah adanya tugas yang tumpang tindih antara satu kementerian dengan kementerian lainnya.

"Jumlah kementerian tidak dikurangi berarti ada kesempatan untuk melakukan upaya-upaya konstruktif mengenai fungsinya yang selama ini dikritik, boros dan lainnya. Menurut saya pemberian tugas harus jelas antara satu kementerian dengan kementerian lain," ujarnya.

Seperti kata pakar psikologi politik, Hamdi Muluk, wajar apabila pada akhirnya Jokowi gagal memenuhi janji untuk membentuk kabinet ramping tanpa bagi-bagi kursi. Tekanan dari partai politik pengusung, tentunya tidak terhindarkan. "Kita harus realistis melihat politik. Bagaimanapun, Jokowi-JK diusung parpol," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com