Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mewujudkan TNI Bebas Korupsi

Kompas.com - 26/08/2014, 13:40 WIB

Jelaslah, ke depan, kerja-kerja Menteri Pertahanan, Panglima TNI dan jajarannya dalam memenuhi semua indikator tersebut sangat berat dan menantang. Sulit memang, tetapi bukan berarti tidak bisa. Akan tetapi, kalau TNI serius, semua indikator itu bisa sukses diraih. Lebih jauh  tentu ini akan mentransformasikan postur pengelolaan TNI menjadi lebih partisipatif, transparan, dan akuntabel. Kasus korupsi yang melibatkan Djaja Suparman sebenarnya tidak perlu terjadi kalau TNI sudah memiliki tata kelola aset yang transparan dan akuntabel. Demikian juga dugaan keterlibatan oknum TNI dalam membeking kejahatan dan korupsi sumber daya alam, khususnya pertambangan dan perdagangan kayu ilegal, tidak akan muncul kalau TNI lebih transparan.

Bangun kontrol politik dan publik

Membentuk ZI dan BWK memang harus kalau TNI ingin berwujud menjadi institusi yang bersih dan bebas dari korupsi. Namun, itu tidak cukup. Sebenarnya zonasi kawasan berintegritas dan kawasan bebas korupsi itu satu pendekatan partikular. Kita tak mungkin mencegah dan memberantas korupsi secara menyeluruh dan sekaligus karena itulah zonasi dilakukan. Upaya mencegah dan memberantas korupsi dimulai dari zona-zona kecil. Kalau zona-zona kecil berintegritas dan bebas korupsi tersebut  sukses terbentuk, diharapkan ada efek menular sehingga zona-zona lain dalam satu institusi juga berintegritas dan bebas dari korupsi.

Karena itulah upaya pembentukan ZI dan WBK harus dibarengi upaya lain. Pertama, meningkatkan kemampuan parlemen melakukan kontrol politik terhadap kebijakan, perilaku, tata kelola, dan anggaran TNI. Sebab, tingginya risiko korupsi di institusi militer terkait dengan lemahnya kontrol politik dari parlemen. DPR baru hasil Pemilu Legislatif 2014 harus mengambil langkah untuk memperkuat kontrol politik ini. Kalau DPR baru nanti sukses melakukan peran dan fungsi ini, itu pertanda  membaiknya supremasi sipil dalam lanskap sistem demokrasi kita.

Kedua, tingginya risiko korupsi di tubuh TNI juga terkait dengan masih lemahnya kontrol publik. Di sinilah kita merasakan pentingnya memperbaiki dan memperkuat efektivitas kontrol publik. Meningkatkan keterlibatan dan kemampuan organisasi masyarakat sipil seperti  LSM, media massa, atau organisasi profesi  dalam memantau kebijakan dan tata kelola TNI menjadi penting. Termasuk di antaranya adalah memantau dan menagih implementasi pembentukan ZI dan WBK yang baru dideklarasikan dan ditandatangani Panglima TNI. Mangkrak-nya berbagai deklarasi ditengarai akibat absennya pemantau dan penagih dari kalangan organisasi masyarakat sipil.

Kalau ZI dan WBK sukses terbentuk, kontrol politik dari parlemen  plus kontrol publik kuat dan efektif, kita patut optimistis akan mendapati TNI yang bersih dan bebas dari korupsi. Dengan demikian, optimalisasi keamanan warga, kesejahteraan prajurit, efisiensi dan efektivitas anggaran , serta kedaulatan negara akan relatif terjamin.

Dedi Haryadi
Deputi Sekjen Transparansi Internasional Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com