Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mewujudkan TNI Bebas Korupsi

Kompas.com - 26/08/2014, 13:40 WIB


Oleh: Dedi Haryadi

KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Moeldoko mendeklarasikan dan menandatangani inisiatif pembentukan zona integritas dan zona wilayah bebas korupsi di lingkungan TNI (Kompas, 12/8/2014).

Dua pertanyaan segera mengemuka. Pertama, kalau sudah merasa tidak ada korupsi di tubuh TNI, seperti yang diklaim sendiri oleh Panglima TNI, mengapa repot-repot ikut deklarasi dan penandatanganan zona integritas (ZI) dan zona wilayah bebas korupsi (WBK)?

Kedua, deklarasi dan penandatanganan ZI dan WBK ini seriuskah atau sekadar formalitas memenuhi latah? Pertanyaan kedua dipicu oleh pengalaman, ada banyak deklarasi (internasional dan nasional) yang kemudian mangkrak dan hanya menghasilkan bangkai deklarasi. Artinya, deklarasi itu tak diikuti aksi lanjutan sehingga tidak implementatif, apalagi menghasilkan dampak positif.

Prevalensi korupsi di tubuh TNI

Betulkah tak ada korupsi di tubuh TNI? Kalau melihat data prevalensi korupsi di tubuh TNI mungkin benar. Dalam 10 tahun terakhir hanya ada satu kasus korupsi yang mengemuka dan menjadi perhatian publik. Bandingkan, misalnya, dengan kasus korupsi yang terjadi di tubuh dan melibatkan anggota parlemen, kejaksaan, kehakiman, kepolisian, kementerian, dan lain-lain. Ada satu kasus korupsi di tubuh TNI yang menyedot perhatian publik, yaitu kasus korupsi yang melibatkan Djaja Suparman. Kasus ini diselesaikan dengan baik oleh oditur dan mahkamah militer. Djaja terbukti bersalah melepas aset TNI berupa lahan untuk kepentingan pribadi. Ia kemudian divonis empat tahun penjara.

Penyelesaian kasus ini memberikan kesan kepada publik bahwa TNI tidak melakukan pembiaran terhadap kasus korupsi yang terjadi dalam organisasinya. TNI justru proaktif menyelesaikan kasus ini secara hukum. Sekalipun begitu, langkah proaktif ini tidak membungkam kepenasaran: apakah memang ini satu-satunya kasus korupsi yang terjadi di tubuh TNI? Mengapa hanya kasus Djaja yang diperkarakan? Mungkin ia jalan sendirian. Kalau korupsinya terstruktur, sistemik, dan masif, bisa jadi ceritanya akan lain.

Kalau prevalensi korupsinya rendah, lalu apa yang menggerakkan Panglima TNI mengembangkan ZI dan WBK di tubuh TNI? Besar kemungkinan Moeldoko terpengaruh oleh  laporan hasil studi Transparency International (TI) tentang indeks korupsi militer yang dirilis Januari 2013 di Taiwan. Studi ini merupakan bagian dari kerja-kerja TI dan organisasi anti korupsi lainnya dalam mengadvokasikan terbentuknya rezim internasional baru, yaitu institusi militer, industri dan perdagangan senjata yang bersih dan bebas dari korupsi.

Studi ini membagi risiko korupsi ke dalam enam kategori: sangat rendah (Band A), rendah (Band B), moderat (Band C), tinggi (Band D), sangat tinggi (Band E), dan kritis (Band F). Risiko korupsi yang dianalisis mencakup lima jenis, yaitu risiko politik, risiko keuangan, risiko personalia, risiko operasional, serta risiko pengadaan barang dan jasa. Unit analisisnya negara. Ada  82 negara yang disurvei. Belanja militer  di 82 negara tersebut sekitar 84 persen dari total belanja militer dunia senilai 1,87 triliun dollar AS.

Menurut hasil studi tersebut, risiko korupsi di tubuh TNI tergolong sangat tinggi (Band E).  Dari sisi peringkat, risiko korupsi  militer kita pun masuk kategori (E), kedua terbawah. Risiko korupsi militer kita sekelas dengan Afganistan, Bahrain, Pantai Gading, Iran, Irak, Maroko, Nigeria, Oman, Filipina, Qatar, Arab Saudi, Sri Lanka, Tunisia, Uganda, Uzbekistan, Venezuela, dan Zimbabwe. Malaysia dan Singapura risiko korupsinya setingkat lebih baik daripada Indonesia (Band D). Australia dan Jerman  paling baik, risiko korupsinya sangat rendah (Band A). Kasus korupsi  yang melibatkan Djaja Suparman mengonfirmasi hasil studi ini bahwa memang risiko korupsi di tubuh TNI itu ada dan manifes.

Risiko korupsi di tubuh TNI berpotensi melemahkan kemampuan TNI  menjaga kedaulatan nasional, keamanan negara dan warga negara. Karena itu, upaya mengelola  risiko korupsi di tubuh TNI—dengan membentuk ZI dan BWK—bukan semata-mata mencegah kebocoran dan inefisiensi sumber daya manusia dan  anggaran, melainkan juga harus dilihat sebagai upaya membangun kesejahteraan tentara, meningkatkan kedaulatan negara dan keamanan warga. Selain itu, bisa dilihat juga sebagai upaya  membangun keperkasaan dan kedigdayaan militer kita. Senang dan membanggakan juga kalau militer kita lebih superior  dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, atau Australia, misalnya. Dalam konteks inilah inisiatif Panglima TNI membangun ZI dan BWK menemukan momentumnya.

Meraih dua indikator

Kita tak bisa mengetahui sekarang apakah deklarasi itu serius atau sekadar latah. Kita harus sabar menunggu dan melihat langkah-langkah strategis apa yang kemudian akan  diambil Panglima TNI. Kalau melihat beleid-nya, yaitu Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi  No 20/2012 tentang Pedoman Pembentukan Zona Integritas dan Zona Bebas Korupsi, langkah substansial berikutnya yang harus diambil adalah bagaimana memenuhi indikator mutlak  dan indikator operasional sehingga TNI layak menyandang predikat sebagai zona berintegritas dan bebas korupsi.

Indikator mutlak adalah persyaratan minimum yang harus dipunyai, yaitu nilai minimum indeks integritas, nilai kepuasan minimum konsumen/pengguna/masyarakat, jumlah maksimum temuan ketidakefektifan, jumlah maksimum temuan inefisiensi, jumlah staf yang mendapatkan hukuman indisipliner karena penyalahgunaan wewenang dalam manajemen keuangan, persentase maksimum komplain masyarakat yang tidak terselesaikan, dan persentase maksimum staf yang terbukti bersalah  melakukan korupsi.

Selain memenuhi indikator mutlak, TNI juga harus bisa memenuhi indikator operasional yang terdiri dari indikator utama  dan indikator pendukung. Indikator utama berbobot 60 persen, terdiri dari penandatanganan dokumen pakta integritas, laporan kekayaan pejabat negara, akuntabilitas kinerja, laporan keuangan, kode etik, whistle blower system, program pengendalian gratifikasi, penanganan konflik kepentingan, inisiatif program anti korupsi, kebijakan purnakarya, dan laporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Adapun yang masuk kategori indikator pendukung adalah transparansi promosi jabatan, transparansi perekrutan pegawai, mekanisme penanganan keluhan publik, e-procurement, pengukuran kinerja individual, dan akses publik pada informasi. KPK, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, BPK, dan Ombudsman adalah instrumental , baik dalam pemberian bantuan teknis maupun pengawasan pencapaian semua indikator itu. Itulah mengapa mereka hadir dan ikut serta dalam acara deklarasi dan penandatanganan dokumen fakta integritas yang dilakukan Panglima TNI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com