JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) melaporkan rencana pembiayaan dana saksi partai politik kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika direalisasikan, dana saksi untuk parpol dinilai rawan diselewengkan.
Anggota Koalisi, Abdullah Dahlan, mendesak KPK untuk mengkritisi dan mengawasi proses pengajuan usulan pembayaran honor saksi parpol tersebut.
"Kami mendesak KPK untuk mengambil sikap penolakan, mengingatkan agar siapa pun lembaga negara yang mengoperasionalkan dana ini akan punya implikasi hukum ke depan," kata Abdullah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (3/2/2014), seusai melapor kepada KPK.
Koalisi ini terdiri dari Indonesia Budget Center (IBC), Indonesia Corruption Watch (ICW), Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Transparansi Internasional Indonesia (TII), Komite Pemilih Indonesia (TePI), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), serta Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Menurut Abdullah, rencana pembayaran honor saksi parpol oleh negara melanggar mekanisme penyusunan APBN yang diatur dalam undang-undang. Hingga kini, tidak jelas lembaga mana yang menjadi pengusul anggaran Rp 660 miliar untuk membiayai honor saksi parpol di setiap tempat pemungutan suara (TPS).
"Padahal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, mekanisme pelaksanaan itu harus jelas, lembaga penyusul itu siapa, harus ada dalam perencanaan yang usulkan itu siapa. Agak aneh ketika Kemendagri menolak disebut pengusul, Bawaslu juga menolak. Jadi ini usul siapa? Ini dana siluman yang tiba-tiba muncul," kata Abdullah.
Selain itu, lanjut Abdullah, tidak tepat jika nantinya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang membayarkan honor untuk saksi parpol. Menurutnya, Bawaslu tidak seharusnya mendanai parpol yang bukan lembaga di bawahnya.
"Jelas kita melihat bahwa anggaran ini dipaksakan. Ada motif politik yang kuat kemudian mendanai saksi parpol," kata Abdullah.
Koalisi juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak mengeluarkan peraturan presiden yang menjadi payung hukum untuk implementasi pembayaran honor saksi parpol. Jika alokasi anggaran untuk honor saksi parpol ini dikucurkan, kata Abdullah, partai penguasa berpeluang untuk menyelewengkannya.
"Terutama partai penguasa yang memiliki akses juga. Penting kami mengingatkan bahwa sebenarnya peserta pemilu dilarang menggunakan sumber dana pemerintah dalam UU pemilu. Nah, Bawaslu harus mengingatkan kalau dana tersebut masuk, sama saja partai dibiayai oleh negara," pungkasnya.
Seperti diberitakan, Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran pengawasan pemilu legislatif kepada Bawaslu sebesar Rp 1,5 triliun. Dari jumlah itu, Rp 800 miliar ialah untuk pembiayaan pengawasan pemilu.
Adapun Rp 700 miliar ialah untuk pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pemungutan suara. Setiap saksi nantinya akan dibayar Rp 100.000. Namun, rencana pemberian dana saksi parpol ini akhirnya ditunda setelah sejumlah partai masih berbeda pandangan. Selain itu, mekanisme dan regulasinya juga belum jelas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.