Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Treshold" Hanya Munculkan Capres Berduit

Kompas.com - 22/02/2013, 04:16 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Saat ini seseorang yang maju dalam bursa calon presiden dinilai hanya mengedepankan "syarat" sumber daya ekonomi dan politik. Hasilnya, pemerintahan dengan sistem presidensial menjadi tak efektif. Kegaduhan politik pun akan terus terjadi. Pengusungan calon presiden diusulkan tak mengandalkan treshold persentase perolehan kursi DPR atau suara partai politik.

"Padahal, (seharusnya) seorang calon presiden ditentukan oleh intelektualitas dan kualitas dalam mengelola (pemerintahan), bukan karena uang yang dimilikinya untuk membentuk kendaraan politik," ujar Ketua DPP Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu dalam diskusi Mencari Presiden 2014 di Sun Institute, Tebet, Jakarta, Kamis (21/2/2013).

Menurut Khatibul, saat ini fakta yang terjadi memperlihatkan pengusungan calon presiden hanya mengandalkan dua syarat. "Punya sumber daya ekonomi yang cukup seperti kekuatan uang, lalu memiliki sumber daya politik artinya memiliki kendaraan politik yang mumpuni, maka itulah yang akan maju," sebut dia. Kedua syarat inilah, ujar Khatibul, yang menyebabkan manajemen pemerintahan tersendat.

Dua syarat itu, papar Khatibul, hanya akan mendorong lahirnya pemerintahan yang didukung koalisi kendaraan politik berdasarkan dukungan modal. Penentuan calon presiden pun, menurut dia, akan didominasi partai yang punya suara terbesar dalam pemilu legislatif. Pada saat yang sama, koalisi partai politik dalam pemerintahan juga akan memunculkan kegaduhan politik saat pembagian "jatah" kekuasaan sebagai "balasan" dukungan yang diberikan.

Karena itu, Khotibul berpendapat, UU Pemilu Presiden ke depan butuh pengaturan yang berbeda, tak lagi berdasarkan persentase minimal perolehan kursi DPR atau perolehan suara dalam pemilu legislatif. Alih-alih menggunakan treshold, Khatibul berpendapat syarat pengajuan calon presiden cukup diatur "minimal didukung tiga partai politik". "Kan sudah ketahuan sekarang ini ada 10 partai politik sehingga kalau sudah menggalang kekuatan politik, tidak perlu lagi ada presidential threshold," ujar dia.

Usul perubahan ketentuan dalam UU Pemilu Presiden soal pencalonan presiden ini, kata Khatibul, juga sekaligus untuk menghindari tawar-menawar kekuasaan. "Kalau itu (Revisi UU Pilpres) terwujud, kita akan mendapatkan presiden yang diidam-idamkan," ujar anggota Komisi III DPR ini.

Terlalu liberal

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Sun Institute, Andrianto, menilai sistem politik Indonesia sekarang sudah sangat liberal. Dia mengatakan, sistem politik liberal memang butuh kemampuan finansial dan kendaraan politik.

Kedua hal itu, ujar Andrianto, merupakan modal memperoleh kedudukan politik dalam sistem yang liberal, baik di legislatif maupun eksekutif. "Ya memang kalau kita bicara soal calon presiden dengan sistem liberal yang sekarang ini memang membutuhkan resource atau kekuatan uang yang banyak sebab harus populer dari Sabang sampai Marauke," tutur dia.

Menurut Andrianto, saat ini yang harus dipikirkan adalah menyusun peraturan untuk membuat sistem pencalonan presiden tidak berbiaya politik mahal. "Yang muncul nanti bukan hanya pemilik modal saja atau rakyat yang punya uang banyak atau mungkin capres yang dibekingi para pemilik modal. (Diharapkan Presiden) adalah orang yang benar-benar terpilih atas dukungan masyarakat dan bukan atas dukungan uang," tegas dia.

RUU Pemilu Presiden masuk dalam program legislasi nasional 2013. Namun, sampai sekarang, pembahasan belum dilakukan meski draf dan naskah akademik sudah tersedia. Sementara UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden mengatur pencalonan presiden berdasarkan treshold.

Persyaratan pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 9 UU 42/2008. Di situ diatur pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen kursi DPR atau minimal 25 persen suara sah dalam pemilu legislatif terakhir.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

    Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

    Nasional
    Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

    Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

    Nasional
    Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

    Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

    Nasional
    Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

    Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

    Nasional
    PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

    PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

    Nasional
    Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

    Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

    Nasional
    Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

    Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

    Nasional
    Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

    Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

    Nasional
    Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

    Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

    Nasional
    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Nasional
    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Nasional
    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Nasional
    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    Nasional
    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Nasional
    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com