Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tetap Bisa Menahan Dua Tersangka Simulator SIM

Kompas.com - 10/10/2012, 18:33 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi dikatakan tetap bisa menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi simulator ujian surat izin mengemudi (SIM), Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo dan Budi Susanto yang sebelumnya ditahan Kepolisian.

Penilain itu disampaikan pakar hukum pidana Universitas Padjajaran, Yesmi Anwar saat dihubungi wartawan, Rabu (10/10/2012). Menurutnya, KPK bisa langsung menahan dua tersangka itu dengan surat perintah penahanan yang baru. "Menurut saya, bisa saja langsung ditahan oleh KPK dengan surat perintah penahanan yang baru. Kalau DS (Djoko Susilo) belum ditahan, bukan berarti yang lain tidak bisa ditahan," katanya.

Kedua tersangka kasus simulator SIM itu ditahan Kepolisian sejak 3 Agustus lalu. Didik ditahan Kepolisian di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, sedangkan Budi di Rutan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Yesmi menilai, Kepolisian harus membebaskan dua tersangka itu karena masa penahanannya sudah habis.

Sesuai dengan Pasal 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, batas maksimal penahanan seseorang di tahap penyidikan adalah 60 hari. Pasal 21 Ayat 1 mengatakan, perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik hanya berlaku paling lama 20 hari. Kemudian pada Ayat 2 diatur kalau masa penahanan dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang apabila diperlukan guna pemeriksaan yang belum selesai.

Karena kini kasus simulator SIM dilimpahkan ke KPK, menurut Yesmi, lembaga antikorupsi itu tetap dapat menahan kedua tersangka dengan surat perintah penahanan yang baru. Dengan asumsi, penyidikan di KPK berbeda dengan di Kepolisian. KPK diasumsikan memulai kembali penyidikan kasus simulator dengan tersangka Didik dan Budi itu dari awal.

Yesmi juga menilai, kisruh penahanan ini terjadi akibat kesalahan Polri yang menyidik perkara kedua tersangka itu tidak sesuai dengan undang-undang. "Harusnya memang sejak awal KPK yang mengusut sesuai undang-undang KPK Pasal 50," ujarnya.

Oleh karena itu, jika kedua tersangka tersebut merasa keberatan dengan proses penahanan yang melebihi batasnya ini, keduanya dapat mengajukan gugatan praperadilan ke Kepolisian. "Kalau dua orang itu merasa keberatan dengan penahanan yang sudah dijalani, bisa mengajukan gugatan pra peradilan," ujar Yesmi.

Pendapat berbeda disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Hifdzil Alim. Menurut Hifdzil, jika pengertian penyidik dalam KUHAP itu termasuk penyidik KPK, maka KPK tidak dapat lagi menahan kedua tersangka itu.

"Jadi demi hukum ya harus dibebaskan," ujarnya.

Untuk mengatasi masalah ini, tambahnya, KPK harus segera berkoordinasi dengan Kepolisian.

Terkait penahanan ini, Wakil Ketua KPK, Zulkarnain mengatakan akan mengkoordinasikannya lebih jauh dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Jika memang keduanya harus bebas demi hukum, KPK akan legawa.

"Ya legawa. Ini kan demi hukum, kita harus taat kepada hukum, etentuan hukum enggak bisa dilanggar. Tidak bisa ditahan, nanti kalau ditahan ya bisa di kesempatan lain, kan bisa di penuntutan," ujar Zulkarnain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

    Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

    Nasional
    Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

    Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

    Nasional
    Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

    Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

    Nasional
    PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

    PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

    Nasional
    Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

    Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

    Nasional
    Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

    Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

    Nasional
    Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

    Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

    Nasional
    Video Bule Sebut IKN 'Ibu Kota Koruptor Nepotisme' Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

    Video Bule Sebut IKN "Ibu Kota Koruptor Nepotisme" Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

    Nasional
    Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

    Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

    Nasional
    KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

    KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

    Nasional
    Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

    Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

    Nasional
    PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

    PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

    Nasional
    Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

    Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

    Nasional
    Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

    Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

    Nasional
    55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

    55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com