JAKARTA, KOMPAS.com — Dua anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat mengungkapkan arti kode-kode dalam daftar alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Kesaksian itu disampaikan dalam persidangan kasus dugaan suap DPID dengan terdakwa Wa Ode Nurhayati di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (14/8/2012).
Dalam kesaksiannya, Kepala Subbagian Rapat Banggar DPR Nando mengaku diminta mengetik data alokasi DPID yang diberikan pimpinan Banggar DPR kepadanya. Dalam dokumen alokasi DPID tersebut, katanya, tercantum kode-kode. Ada kode P1, P2, P3, P4, kode 1-9, PIM, K, dan A. "P1 sampai P4, kemudian kode 1 sampai 9," kata Nando.
Dia menjelaskan, kode P1 merujuk pada Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekeng, P2 Wakil Ketua Banggar DPR Mirwan Amir, P3 Wakil Ketua Banggar Olly Dondokambey, dan P4 merujuk pada Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung. Adapun kode K berarti koordinator kelompok fraksi, PIM juga berarti pimpinan Banggar DPR, dan A merujuk pada anggota DPR.
Adapun kode 1-9 digunakan untuk menyederhanakan sembilan fraksi, yakni Partai Demokrat, Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Hati Nurani Rakyat.
Khaerudin, anak buah Nando, tidak membantah pihaknya kerap menggunakan kode tertentu untuk mempermudah pendataan alokasi proyek. "Saya pernah diperintahkan Nando untuk meng-input data yang dia dapatkan dari pimpinan Banggar, saya mengetiknya menggunakan kode," kata Khaerudin.
Dijelaskannya, kode-kode di samping nama daerah yang diajukan sebagai penerima DPID itu menunjukkan siapa pihak yang mengajukan usulan. Khaerudin memaparkan, kode A melambangkan daerah calon penerima DPID yang diusulkan anggota Banggar DPR, kode P berarti daerah itu diajukan pimpinan Banggar DPR, kode K untuk koordinator kelompok fraksi, kemudian ada kode J yang menunjukkan jumlah.
Adapun kode warna, katanya, tidak merujuk pada partai politik tertentu, tetapi hanya untuk mempermudah mengedit data yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Menanggapi keterangan Khaerudin ini, Wa Ode Nurhayati mempertanyakan jumlah kode K dalam dokumen alokasi DPID tersebut. Menurut Wa Ode, kode K dalam dokumen itu berjumlah lima, bukan sembilan seperti yang diungkapkan Khaerudin.
Sebelumnya, Nurhayati mengatakan bahwa kode K dalam dokumen itu merujuk pada lima pimpinan DPR. Menurut Wa Ode, dalam dokumen itu tertulis kode K1 mendapat jatah proyek DPID senilai Rp 300 miliar, kemudian K2 sampai K5 masing-masing mendapat jatah DPID senilai Rp 250 miliar.
Wakil Ketua Banggar DPR Tamsil Linrung saat bersaksi dalam persidangan sebelumnya membenarkan penggunaan kode-kode itu. Namun, menurut Tamsil, kode tersebut bukan menunjukkan jatah proyek DPID, melainkan untuk memudahkan dalam melihat siapa pihak pengusul daerah DPID.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.