YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Muktamar Muhammadiyah perlu secara tegas merumuskan komitmen Muhammadiyah untuk tidak akan berpolitik partai dan tidak akan menyerahkan kepemimpinannya pada para warga Muhammadiyah yang syahwat politiknya tinggi. Apalagi, citra Muhammadiyah sebagai proponen atau agen pembaharuan tidak lagi menonjol.
Hal ini terungkap dalam seminar dan diskusi dengan tema "Muktamar Muhammadiyah 2010: Kepemimpinan Baru" di Yogyakarta, Selasa (29/6/2010). Diskusi ini menghadirkan pembicara dari Pengurus Pusat Muhammadiyah Zuly Qodir dan M Sukriyanto serta Dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Purwo Santoso.
Muhammadiyah diharapkan menjaga jarak dengan kekuasaan dan partai politik. Menurut Zuly, Muhammadiyah harus mencukupkan diri pada pengalaman tahun 1955 ketika menjadi anggota istimewa Masyumi dan tiga kali terlibat dalam pemilu era reformasi tahun 1999, 2004, dan 2009.
Muhammadiyah memang tetap harus memainkan peran dalam berpolitik, tetapi politik kebangsaan, bukan partisan politik dalam aksi dukung mendukung pada salah satu calon. Sejak awal, Muhammadiyah mencita-citakan adanya masyarakat Islam yang sebenarnya, bukan negara Islam. Luasnya cakupan perjuangan dan amal usaha Muhammadiyah juga dinilai semakin menjebak pimpinan Muhammadiyah dalam kemapanan. Organisasi dan pergerakan Muhammadiyah terjebak dalam rutinitas yang melucuti semangat pembaruan.
Purwo mengibaratkan bahwa agenda pembaharuan Muhammadiyah tidak beranjak jauh dari pemberantasan penyakit TBC padahal persoalan yang dihadapi umat telah beranjak jauh. "Muhammadiyah lebih terfokus pada layanan kesejahteraan yang penyelenggaraannya sebetulnya merupakan tanggung jawab negara seperti sekolah maupun rumah sakit. Muhammadiyah terjebak dalam pengambilalihan fungsi negara," ujar Purwo.
Menurut Purwo, pembaharuan organisasi dan manajemen gerakan dalam muktamar yang akan berlangsung 3-8 Juli menjadi agenda yang lebih penting dibanding hanya sekadar memperbarui pucuk kepemimpinan. "Sosok kepemimpinan Muhammadiyah mendatang harus menghadirkan kepemimpinan ide, bukan kepemimpinan figur. Tanpa transformasi manajemen gerakan, Muhammadiyah dikhawatirkan akan terus terjebak dalam kemapanan," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.