Salin Artikel

Dilema Etis Politik Pragmatis

Kerja-kerja politik pragmatis terlihat semakin terang dan keputusan-keputusan yang diambil semakin mengambang. Yang mengambang inilah disebut bak dilema yang dinamakan dilema etis politik pragmatis.

Padahal, di masa tenang inilah pemilih diharapkan ada waktu untuk mempertimbangkan kepada siapa suaranya akan diberikan.

Kenyataannya, politik saat ini hanya “tampak muda” saja, namun praktik-praktik di dalamnya sungguh tua, terbelakang, dan menutup perubahan-perubahan yang mampu berjarak antara hasrat, moral, dan kekuasaan.

Politik pragmatis seringkali menjadi medan pertarungan antara prinsip etik dan kepentingan politik. Dalam konteks ini, para pemimpin politik seringkali dihadapkan pada dilema etis yang kritis, di mana mereka harus mempertimbangkan antara memenangkan suara dan memegang teguh prinsip-prinsip etik.

Faktor transaksional menjadi perhatian karena masyarakat akan disajikan calon-calon yang hanya mengejar kekuasaan dibanding kepentingan rakyat.

Faktor politik pragmatis tidak terlepas dari pembiayaan politik. Faktor tersebut akan sulit untuk hilang karena saat ini sumber dana pembiayaan politik masih didominasi sumbangan individu atau kelompok.

Pada akhirnya, politik pragmatis mewariskan sistem yang menyebabkan ada 167 kepala daerah yang ditangkap oleh KPK, di antaranya 22 gubernur dan 145 bupati dan wali kota.

Prinsip etis

Dilema etis yang dimaksud dalam artikel ini mengacu pada pendapat Arens dan Loebbecke, yakni “situasi yang dihadapi seseorang di mana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus dibuat”.

Berkaca pada situasi politik saat ini, dilema etis kerap dialami pada saat menghadapi situasi yang menghendaki untuk melakukan atau tidak melakukan; berbuat atau tidak berbuat; memutuskan atau membiarkan; dan seterusnya.

Pilihan dilematis seperti ini terkait dengan tanggung jawab kerja politik yang harus bertindak dengan cara adil dan tidak memihak, mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, serta memenuhi tugas dengan integritas berdasar prinsip etis yang diemban.

Prinsip etis yang dimaksud di sini adalah bagaimana kerja-kerja politik dijalankan berdasar pada sumber etika berbangsa dan bernegara kita, yakni Pancasila.

Dalam ketatanegaraan Indonesia, salah satu prinsip dasar yang tidak terbantahkan adalah dianutnya asas demokrasi berdasar Pancasila, di mana sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.

Kesadaran etik dan kepribadian Indonesia merupakan pondasi utama dalam menjalankan kehidupan bangsa.

Aktualisasi etika kehidupan berbangsa diatur dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, di dalam konsederannya berbunyi: “untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sesuai Pembukaan UUD 1945 tersebut, diperlukan pencerahan sekaligus pengamalan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Jika kontestasi politik hari-hari ini berangkat dari problem etik, maka tinggal menunggu muculnya acaman serius terhadap persatuan bangsa dan terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika berdemokrasi dalam kehidupan berbangsa.

Hal ini apabila didiamkan proses demokrasi tanpa etika, maka akan muncul konflik sosial di masyarakat, misalnya terjadi polarisasi yang dalam, gelombang politik identitas, ujaran-ujaran kebencian tanpa batas, dan sikap pragmatis yang digaungkan.

Politik kebangsaan

Tantangan dalam politik sesungguhnya muncul saat berbagai kepentingan masuk dalam struktur politik.

Kepentingan ideologi tertentu tak dapat dipisahkan di dalamnya. Menjadi berbahaya saat politik tidak berada di bawah kuasa etik, ia dapat mengandaikan tafsir politik sesuai dengan kepentingannya. Dengan demikian, tak ada lagi kepercayaan pada otoritas politik.

Dalam beberapa kasus, dilema muncul ketika kita kekurangan waktu untuk merefleksikan secara serius pilihan kita di antara alternatif-alternatif yang tersedia.

Dalam kasus lain, dilema terjadi ketika kita merasa terpaksa memilih antara prinsip etis dengan menjalankan “kebijakan” yang bertentangan dengannya, atau ketika kita dihadapkan pada dua standar atau nilai etika berbeda dan bertentangan.

Pada akhirnya, menciptakan politik kebangsaan memerlukan komitmen bersama untuk membangun budaya politik yang didasari oleh nilai-nilai etika, integritas, dan keterbukaan.

Kembali lagi pada satu prinsip dasar yang tidak terbantahkan, politik kebangsaan adalah politik yang bekerja di atas komitmen asas demokrasi berdasar Pancasila.

Bung Karno menyampaikan pidato berjudul Ilmu dan Amal dalam penganugerahan gelar Honoris Causa pada bidang Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1951.

Bung Karno menyampaikan bahwa memang Pancasila menjadi jati diri dan kepribadian bangsa.

Ia menyatakannya di kalimat: “... dalam hal Pancasila ini orang harus berpikir dalam istilah geest wil daad! Bangsa Indonesia harus berjuang terus, berjuang dalam arti yang luas, berjuang terutama dalam arti membangun materiil dan moril.”

Menghadapi dinamika politik negeri ini, penting meneguhkan nilai-nilai politik kebangsaan. Keseimbangan antara kepentingan politik dan prinsip etik merupakan fondasi yang akan membawa Indonesia ke arah kemajuan demokrasi.

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/12/15224221/dilema-etis-politik-pragmatis

Terkini Lainnya

KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

Nasional
PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke