JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim kembali menjadi sorotan setelah dia mengungkapkan keberadaan tim bayangan yang terdiri dari 400 orang.
Karena hal itu, Nadiem menjadi sasaran kritik saat rapat dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (26/9/2022) lalu.
Saat itu seorang anggota Komisi X DPR, Anita Jacoba Gah, mengkritik Nadiem perihal tim bayangan. Nadiem mengungkap keberadaan tim itu saat berbicara dalam sebuah forum di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Anita menjelaskan, persoalan di dunia pendidikan Indonesia masih sangat banyak.
Dia mengakui, Nadiem memang sosok yang pintar. Namun, menurut Anita, anggota DPR dan rakyat Indonesia tidak bisa dibodoh-bodohi dalam menjalankan sebuah program.
"Karena kalau kami bodoh, tidak mungkin kami dipilih rakyat. Itu sudah pasti. Karena kami bicara dengan data yang ada. Program ada, anggaran ada, dirasakan oleh rakyat atau tidak? Kalau tidak dirasakan oleh rakyat, bagi kami anda tidak berhasil," tuturnya.
Anita marah kepada Nadiem karena masih banyak guru yang menangis terkait hal ini. Dia menyebut para guru menangis karena gajinya kerap telat dibayar.
"(Guru berteriak) 'Kami sudah lulus passing grade segala macam, tapi mana gaji kami? Mana gaji kami? Kami sudah tidak bekerja lagi. Anak kami mau makan apa'," ujarnya.
Anita meminta Nadiem membuka mata terhadap persoalan-persoalan yang sebenarnya terjadi di pendidikan Indonesia.
Dengan memberi solusi terhadap masalah yang terjadi di Indonesia, lanjut Anita, baru Nadiem pantas mendapat tepuk tangan dari rakyat Indonesia.
"Kemudian kami dengar di PBB anda dengan bangganya ada 400 tim bayangan. Kenapa masih banyak ketertinggalan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar)? Kenapa? Dan 400 tim bayangan itu apa kebanggaannya? Dan coba jelaskan mengapa kita harus bangga dengan anda, Pak Menteri?" cecar Anita.
Bukan kali ini saja kebijakan yang dibuat Nadiem Makarim dalam sektor pendidikan menuai kritik.
Berikut ini sejumlah kebijakan Nadiem yang menuai kritik yang dirangkum Kompas.com.
1. Program Organisasi Penggerak (POP)
Program Organisasi Penggerak yang digagas Nadiem menuai kritik lantaran menelan anggaran Rp 595 miliar atau lebih dari setengah triliun setiap tahun dari kas negara.
Selain itu, proses seleksi organisasi masyarakat (ormas) yang akan menerima bantuan POP juga dinilai tidak terbuka.
Bahkan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama yang dinyatakan lolos seleksi POP malah memutuskan mundur karena mempertanyakan efektivitas program itu.
Alhasil, Nadiem memutuskan menunda program itu dan menjanjikan melakukan evaluasi.
2. BSNP dibubarkan
Nadiem juga membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan menggantinya dengan Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan.
Alasan Nadiem membubarkan BSNP karena peran lembaga itu dinilai tidak terlalu penting dalam merumuskan standar nasional pendidikan.
Selain itu, Nadiem juga menghilangkan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang digantikan oleh Balai Guru Penggerak berdasarkan PP Nomor 57 Tahun 2021.
3. Aturan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi
Nadiem menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 tentang penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Yang menjadi titik perdebatan adalah soal kata "tanpa persetujuan korban" dalam sejumlah definisi kekerasan seksual dalam Pasal 5 Permendikbudristek 30/2021.
Sejumlah partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengkritik kata-kata itu seolah memberikan ruang untuk terjadinya seks bebas atau zina.
Akan tetapi, kalangan aktivis perempuan menilai hal itu tidak diartikan sebagai memberi izin bagi para mahasiswa untuk melakukan seks bebas.
(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Bagus Santosa)
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/28/17153851/nadiem-makarim-kena-semprot-anggota-dpr-ini-deretan-kebijakan