JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis hak asasi manusia sekaligus Sosiolog Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet mengatakan, elite politik seharusnya tidak menyampaikan wacana yang kontroversial seperti penundaan pemilihan umum (pemilu) 2024, perpanjangan masa jabatan presiden, atau mengubah Undang-Undang Dasar 1945 demi meloloskan agenda masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
Robet mengatakan elite politik tidak seharusnya bisa seenaknya melontarkan wacana yang membuat gaduh dan mengancam amanat reformasi.
"Elite Indonesia mesti menghentikan cara berpolitik semau gue," kata Robet kepada Kompas.com, Selasa (22/3/2022).
Robet juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur para pendukungnya yang masih menyuarakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden ataupun ide 3 periode.
"Selayaknya presiden menyatakan sikap ketaatannya kepada konstitusi dengan pertama-tama menegur dan meminta semua pendukungnya menghentikan ide dan mobilisasi perpanjangan masa jabatan ataupun ide 3 periode," ujar Robet.
Menurut Robet, Jokowi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan mempunyai kewajiban memelihara sistem ketatanegaraan yang demokratis. Dia mengatakan, masyarakat harus memberi apresiasi kepada pimpinan partai koalisi pemerintah yang tegas mempertahankan prinsip-prinsip konstitusionalisme, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Kekukuhan mereka memberikan setitik harapan bagi penguatan sistem demokrasi kita," ucap Robet.
Luhut harus ditegur
Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro mengatakan Presiden Jokowi juga seharusnya menegur Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan karena menyuarakan wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden tanpa melalui pemilu.
"Presiden Joko Widodo harus berani menegur Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan karena dua hal. Yaitu berbicara di luar bidang dia sebagai menteri bidang koordinator maritim dan investasi serta juga karena telah mendorong sebuah agenda sangat kontroversial penundaan pemilu tahun 2024 notabene tidak pernah menjadi pembahasan oleh menteri-menteri di bidang polhukam," kata Bawono kepada Kompas.com.
Sampai saat ini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan agenda dan tahapan menuju pemilu 2024 tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Mahfud sempat mengirim undangan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membahas soal penundaan pemilu pada pekan lalu, tetapi akhirnya dibatalkan dengan alasan bisa menimbulkan praduga dan isunya dikhawatirkan menjadi liar.
"Dua menteri dalam bidang polhukam, Mahfud MD dan Tito Karnavian, telah menegaskan tidak ada penundaan pemilu. Terlihat jelas ada ketidaksatuan sikap di pemerintahan mengenai pemilu 2024," ujar Bawono.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mulanya mengomentari isu terkait perpanjangan masa jabatan presiden pada 2021 lalu.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar lantas mengusulkan gagasan tentang penundaan pemilu 2024. Tidak lama kemudian Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengusulkan hal yang sama.
Selain alasan pemulihan ekonomi, Muhaimin mengatakan banyak akun di media sosial setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut klaim Muhaimin soal analisis big data perbincangan di media sosial, dari 100 juta subjek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Luhut beberapa waktu lalu juga mengatakan dia memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda. Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.
Luhut mengklaim terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bagian dari koalisi pemerintah menyatakan mereka menolak wacana penundaan pemilu. Namun, mereka mendukung usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode dengan alasan klaim bahwa rakyat masih menghendaki dan belum ada tokoh yang bisa menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin.
Jokowi pernah menegaskan tidak pernah berniat ingin menjadi presiden tiga periode karena menyalahi konstitusi. Sebab, UUD 1945 mengatur, kekuasaan hanya bisa dipegang maksimal selama dua periode untuk orang yang sama.
"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, 4 Maret 2022 lalu.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/23/06070051/kritik-politik-semau-gue-dalam-wacana-tunda-pemilu-dan-masa-jabatan-presiden