Salin Artikel

Kematian Demokrasi dalam Cengkeraman Oligarki

Sejak dulu hingga saat ini kekuasaan selalu diinginkan manusia di manapun dan dalam konteks apapun.

Manusia terus mengembangkan berbagai sistem, upaya dan strategi untuk meraih kekuasaan, salah satunya adalah melalui oligarki.

Apa itu Oligarki?

Oligarki merujuk pada sistem relasi kekuasaan yang dikendalikan oleh segelintir kelompok elite dengan segala mekanisme untuk mempertahankan kekuasaan mereka.

Sistem ini memungkinkan para elite untuk memegang otoritas, mengakumulasi hingga mempertahankan kekayaan mereka.

Winters (2014) mengartikan oligarki sebagai suatu strategi politik pertahanan kekayaan oleh mereka yang memiliki sumber daya material besar. Hal tersebut dipertahankan supaya properti dan sumber penghasilan mereka tetap terjaga.

Menurut dia, kelompok orang 'super kaya' bisa dikategorikan sebagai elite oligarki, seperti pejabat tinggi, pengusaha, dan orang yang masuk dalam daftar orang terkaya baik di level global maupun nasional.

Namun, bukan berarti semua kelompok super kaya otomatis adalah kelompok oligarkis.

Untuk bisa dikategorikan sebagai oligarkis, selain harus memiliki sumber kekayaan materi yang sangat besar, ia juga memiliki tujuan dan kepentingan politis, dengan begitu ia dimungkinkan untuk terlibat dalam politik pertahanan kekayaan dan kekuasaan.

Setidaknya dalam konteks ini, pandangan Karl Marx sedikit banyak dapat menjelaskan bahwa kapital ekonomi memainkan peran penting dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial.

Artinya mereka yang merupakan bagian dari elite oligarki akan menggunakan kekayaannya untuk memengaruhi kebijakan publik dan dinamika politik untuk mempertahankan sumber kekayaan mereka.

Di dalam oligarki, tata kekuasaan tesentralisasi dan berada di bawah kendali elite yang jumlahnya sangat kecil, namun memiliki pengaruh besar terhadap massa, karena sifatnya yang sangat strukturalis, oligarki sangat sarat dengan ketimpangan.

Selain itu, oligarki juga bisa dipahami sebagai suatu sistem hubungan kekuasaan yang memungkinkan terbentuknya kekayaan dan otoritas terpusat (centralized) serta pertahanan kolektif.

Kata kuncinya terletak pada kolektivitas para oligarki yang saling bekerjasama dalam mempertahankan sumber daya dan kekuasaannya (Hadiz & Robinson, 2014).

Singkatnya, politik pertahanan kekayaan dan kekuasaan yang dilakukan oleh kelompok oligarki dapat dilakukan baik secara individual maupun kolektif, dan persamaannya terletak pada kata kunci 'pertahanan' atau defense.

Oligarki dan potensi terbentuknya dinasti politik

Karakteristik sistem oligarki yang terletak pada politik pertahanan kekayaan dan kekuasaan sangat berpotensi memunculkan apa yang disebut dengan 'dinasti politik', yakni suatu sistem kekuasaan politik yang dikendalikan oleh segelintir orang yang masih memiliki hubungan keluarga.

Layaknya sistem kerajaan atau monarki, dinasti politik mewariskan kekuasaan secara turun-temurun kepada orang-orang yang berada di lingkaran keluarga, seperti istri, anak, atau kerabat dekat.

Contoh paling mudah adalah rezim Orde Baru yang ditandai dengan terisinya posisi-posisi strategis negara oleh keluarga dan kerabat Soeharto.

Menurut pakar ilmu politik UGM, Ari Dwipayana, fenomena ini sebetulnya sudah lama membudaya di Indonesia secara tradisional.

Sejarah menunjukkan terdapatnya sistem patrimonial yang lebih memprioritaskan suksesi atau regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis daripada merit system yang mengutamakan kapabiltas individu.

Dalam konteks Indonesia modern, ia menambahkan bahwa patrimonial telah bertransformasi menjadi neopatrimonial.

Jika dulu suksesi dilakukan dengan cara penunjukkan langsung oleh penguasa sebelumnya, maka sekarang dilakukan dengan menggunakan jalur politik prosedural yang dimanipulasi.

Pada praktiknya, dinasti poitik dikategorikan ke dalam tiga model.

Pertama; ketika kekuasaan dipegang penuh oleh lingkaran keluarga atau regenerasi keluarga yang sama.

Kedua; terbagi dalam satu lintas bilik kekuasaan tapi masih dalam satu keluarga, seperti suami dan istri menjabat di posisi-posisi strategis.

Ketiga; kekuasaan yang terbagi dalam lintas daerah, artinya posisi strategis di lintas wilayah masih terisi orang-orang dalam lingkaran keluarga (Thomson, 2012).

Oligarki menggerus demokrasi

Di negara yang menganut paham demokrasi, oligarki seharusnya tidak diperbolehkan karena memiliki daya rusak yang memungkinkan adanya tindakan korupsi, melemahnya rule of law, dan penyalahgunaan wewenang oleh kelompok penguasa.

Lebih parahnya lagi akan sangat menghambat orang-orang yang memiliki kapabilitas dan integritas untuk berkembang.

Namun, Kenawas et.al (2020) dalam tulisan Oligarki Indonesia: Praktik dan Dampaknya Pada Demokrasi dan Sistem Pemerintahan menjelaskan bahwa ironisnya oligarki dalam kaitannya dengan dinasti politik justru umum terjadi di negara-negara demokrasi sehingga hal ini yang menghambat kompetisi politik berjalan adil dan setara.

Sederhananya, karena sistem oligarki hanya berfokus pada kelompok elite tertentu, maka cara berpolitik yang inklusif menjadi mustahil.

Dengan kata lain, orang-orang yang berada di luar lingkaran oligarkis akan sulit untuk mendapatkan kekuasaan secara adil karena sistem sudah didesain dan dikendalikan oleh segelinitir elite.

Di samping itu, kematian demokrasi atau demokrasi yang bersifat manipulatif akan berpotensi tumbuh 'subur' jika sistem oligarki masih beroperasi di level pemerintahan, organisasi, dan institusi yang berkenaan dengan kepentingan banyak orang.

Akan sulit mewujudkan demokrasi yang berkeadilan dan berorientasi pada kepentingan rakyat jika sistem oligarki masih tetap dipertahankan.

Demokrasi hanya digunakan sebagai wacana dan alat untuk mendapatkan kekuasaan dan sumber daya.

Ilmuwan asal Northwestern University, Jeffrey Winters berargumen bahwa oligarki kerap disalahgunakan untuk kepentingan pertahanan kekuasaan dan saling berkelindan dengan politik transaksional.

Jika ini terus berlangsung, maka masa depan demokrasi akan terancam.

Contoh paling sering ditemui dari politik transaksional adalah sulitnya orang-orang yang memiliki kompetensi di luar lingkaran oligarki untuk menang dalam kontestasi politik karena rakyat hanya dijadikan alat untuk mengejar kepentingan oligarki semata dengan politik transaksional.

Dampak buruknya adalah banyaknya posisi-posisi penting dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang mungkin saja tidak kompeten dan layak.

Namun karena ia berada di lingkaran kekuasaan sehingga ia mendapatkan jabatan tertentu.

Sudah saatnya kita berpikir kritis-reflektif untuk melawan oligarki karena negara kita menganut demokrasi yang menjadi sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Sehingga akan sangat sulit membayangkan demokrasi tanpa kepentingan rakyat atau demokrasi tapi hanya menguntungkan kelompok elit tertentu.

Jika ini terjadi, maka ini akan menjadi 'anomali' karena sesungguhnya kekuasaan tertinggi harus berada di tangan rakyat, bukan di tangan para pejabat ataupun kelompok oligarki politik yang hanya menjadikan rakyat 'budak' kekuasaan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/18/16053641/kematian-demokrasi-dalam-cengkeraman-oligarki

Terkini Lainnya

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke