Ombudsman RI menyatakan, ada malaadministrasi pelaksanaan rapat harmonisasi TWK yang dihadiri pimpinan kementerian/lembaga, yang seharusnya dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM.
"Atas pernyataan tersebut BKN menyampaikan keberatan," ujar Wakil Kepala BKN Supranawa Yusuf dalam konferensi pers, Jumat (13/8/2021).
Menurut Yusuf, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Nonkementerian, atau Rancangan Peraturan dari Lembaga Nonstruktural oleh Perancang Peraturan Perundang-Undangan tidak terdapat ketentuan siapa yang harus menghadiri rapat harmonisasi tersebut.
Kemudian, dalam Pasal 6 Ayat 3 di peraturan tersebut, dinyatakan bahwa pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan harus mengikutsertakan instansi pemerakarsa, lembaga pemerintah, dan instansi yang terkait.
Selain itu, dalam beberapa pasal dari peraturan tersebut khususnya di Pasal 4, Pasal 6 Ayat 3 dan pasal 8 Ayat 1 pengharmonisasian tersebut bertujuan untuk menyelaraskan materi muatan dalam rancangan dengan Pancasila, UUD 1945, Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau yang setingkat, dan keputusan pengadilan.
Hal itu, kata dia, bertujuan untuk menghasilkan suatu kesepakatan terhadap substansi yang diatur.
"Nah di dalam ketentuan-ketentuan tersebut, itu tidak ada yang menyatakan bahwa yang hadir dalam harmonisasi itu adalah pejabat setingkat apa? Enggak ada," ucap Yusuf.
"Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa dengan tidak adanya pembatasan tingkat jabatan peserta rapat harmonisasi. Maka sepanjang pimpinan instansi itu memberikan kewenangan atau penugasan kepada pejabat di lingkungannya untuk hadir di dalam rapat harmonisasi ya itu hak dari pimpinan instansi tersebut," kata dia.
Yusuf menambahkan, di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya di Pasal 13 Ayat 5, dinyatakan bahwa badan dan atau pejabat pemerintah yang memberikan delegasi dapat menggunakan sendiri wewenang yang telah diberikan kepada delegasi tersebut.
"Jadi pasal 30 ini berbicara mengenai pendelegasian wewenang, yang intinya wewenang itu bisa saja didelegasikan kepada pejabat yang ada di bawahnya," kata Yusuf.
"Nah berdasarkan pada aturan tersebut, kami berkesimpulan bahwa, penugasan pegawai untuk mewakili BKN dalam rapat harmonisasi itu, tidak serta merta menggugurkan kewenangan pimpinan instansi, dalam hal ini kepala BKN untuk hadir sendiri secara langsung," ucap dia.
Adapun keberatan atas LAHP tersebut telah disampaikan BKN dengan mengirimkan dokumen penjelasan kepada Ketua Ombudsman RI.
Hal itu sebagaimana Peraturan Ombdusman RI Nomor 48 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Ombudsman RI Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan, khususnya di Pasal 25 Ayat 6 b.
"BKN sudah memberikan tanggapan, dan per hari ini sudah dikirim ke ORI surat yang sudah ditandatangani oleh kepala BKN ditujukan kepada Ketua ombudsman RI," ujar Yusuf.
Dalam dokumen keberatan atas LAHP Ombudsman RI yang disampaikan BKN tersebut, terdapat lampiran sebagai kelengkapan atas tanggapan BKN.
Yusuf menyebut, setidaknya ada dua lampiran penjelasan dalam dokumen yang dikirimkan BKN yakni terkait tindakan korektif yang disarankan ORI dan permintaan agar BKN melakukan penelaahan aturan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/13/17112621/bkn-keberatan-atas-lahp-ombudsman-yang-sebut-malaadministasi-rapat