Namun, jika dalam waktu 30 hari tersebut KPK tidak menindak lanjuti temuan tersebut, maka Ombudsman RI akan melakukan resolusi dan monitoring selama 60 hari.
"Setelah 30 hari, Ombudsman akan memberikan resolusi dan monitoring, itu diberi waktu 60 hari," kata Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih dalam tayangan Aiman Kompas TV bertajuk 'Ada pidana di tes KPK?' pada Senin (2/8/2021).
"Kalau dalam waktu 60 hari ini tidak diselesaikan, maka Ombudsman akan mengeluarkan rekomendasi," ujar dia.
Najih mengatakan, jika Ombudsman mengeluarkan rekomendasi, maka itu merupakan hasil akhir yang akan disampaikan kepada presiden dan DPR.
Presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tertinggi, kata dia, tentu bisa mengambil tindakan hukum terhadap bawahannya yang tidak patuh.
Aiman lantas bertanya, apa yang akan terjadi jika presiden tidak mengambil tindakan terhadap apa yang direkomendasikan Ombudsman.
Najih pun menjawab bahwa DPR bisa mengambil tindakan atas temuan Ombudsman itu.
"Kalau kedua lembaga negara ini tidak melakukan apa-apa atas temuan Ombudsman, apa yang dilakukan Ombudsman?," kata Aiman.
"Ya kita akan menyampaikan kepada masyarakat, bahwa ada penyelenggara negara yang tidak mematuhi hukum, silakan dinilai sendiri, baik itu secara ketatanegaraan atau secara politik," jawab Najih.
4 catatan Ombudsman
Diberitakan sebelumnya, Ombudsman memberikan empat catatan atau tindakan korektif terkait temuan malaadaministrasi dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Pertama, KPK memberikan penjelasan kepada pegawai KPK perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.
Kedua, pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
Ketiga, hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat.
Keempat, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2019.
Malaadministrasi berlapis
Ombudsman RI telah menyampaikan hasil temuan soal malaadministrasi dalam penyelenggaraan TWK.
Dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021) anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan beberapa temuan antara lain maladministrasi dilakukan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena melakukan kontrak backdate.
Kontrak backdate dilakukan dengan menuliskan tanggal mundur yang tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan kontrak.
Nota kesepahaman ditandatangani 8 April 2021, sedangkan kontrak swakelola 20 April 2021.
Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukkan seolah dua surat tersebut telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya, yaitu 27 Januari 2021.
Sehingga, pelaksanaan TWK pada 9 Maret 2021 dilaksanakan tanpa adanya dua surat kontrak tersebut.
"Ini penyimpangan prosedur yang buat kami cukup serius, baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," ucap Endi.
Kemudian, keputusan KPK terkait penonaktifan 75 pegawai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) itu tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.
SK tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.
Berdasarkan putusan uji materi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), MK menyatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.
Kemudian, MK mengatakan, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan.
Selain itu, Endi menuturkan, KPK telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pelaksanaan TWK.
Pada Senin (17/5/2021), Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK. Ia juga meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.
Namun, SK tersebut tidak juga dibatalkan. Bahkan KPK akan memberhentikan 51 pegawai karena tidak lolos TWK.
Sedangkan, 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi ASN.
Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi KPK dengan lima lembaga lain pada 25 Mei 2021.
Kelima lembaga itu yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
"Bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kuasa eksekutif terhadap penyataan Presiden," kata Endi.
Bentuk malaadministrasi lainnya yakni terkait Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021.
Sebab, Endi menuturkan, dalam Perkom tersebut tidak tercantum konsekuensi yang mesti ditanggung pegawai yang tidak lolos TWK. Padahal, peraturan itu menjadi salah satu dasar hukum pelaksanaan TWK.
"Tidak diatur konsekuensi tersebut (TWK) dalam peraturan KPK," ucapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/03/05332441/ini-kata-ombudsman-jika-dalam-30-hari-kpk-tak-lakukan-tindakan-korektif-pada