Menurut Bima, hal itu dilakukan karena BKN tidak memiliki instrumen untuk melaksanakan TWK para pegawai KPK tersebut.
“BKN punya instrumen TWK tapi tidak sesuai dengan KPK. Karena yang dinilai orang-orang yang senior, yang sudah lama berada di KPK, ada deputi, kepala biro, direktur, penyidik utama,” kata Bima dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Selasa (22/6/2021) yang ditayangkan di YouTube Humas Komnas HAM RI.
Menurut dia, instrumen TWK yang dimiliki BKN saat ini hanya untuk melakukan tes masuk pada calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Bima mengatakan, instrumen itu tidak cocok digunakan untuk melakukan tes pada pegawai KPK yang sudah bekerja lama sebagai pegawai dan menjadi pejabat struktural.
“Yang kami miliki adalah tes untuk CPNS di tahapan entry level. Jadi tes ini kami rasakan tidak pas kalau digunakan untuk pejabat yang sudah menjabat,“ kata dia.
Karena alasan itu, kata Bima, BKN akhirnya menggunakan instrumen yang dimiliki oleh Dinas Psikologi Angkatan Darat (AD) untuk melaksanakan TWK itu.
“Kenapa kok sampai menggunakan instrumen yang dimiliki oleh Dinas Psikologi AD itu panjang ceritanya. Itu yang digunakan, kenapa yang digunakan, karena ini masih satu-satunya alat instrumen yang tersedia, yang fair, jadi kami gunakan the best available instrument yang ada,” tutur dia.
Komnas HAM melakukan pemeriksaan pada Bima Haria Wibisana untuk menggali informasi lebih dalam tentang pengadaan TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara.
Pemeriksaan itu menindaklanjuti laporan tentang adanya dugaan pelanggaran HAM pada pelaksanaan tes tersebut.
Saat ini proses penyelidikan terkait pengadaan TWK masih terus berlangsung. Komnas HAM masih mengumpulkan berbagai informasi dari semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tes itu.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/22/20104541/alasan-bkn-libatkan-instrumen-tni-ad-dalam-penyelenggaraan-twk-pegawai-kpk