Salin Artikel

Pembentukan Tim Kajian UU ITE Dinilai Jadi Langkah Awal Pemerintah Atasi Persoalan Pasal Karet

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD resmi membentuk Tim Kajian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pembentukan tim ini tertuang dalam Keputusan Menko Polhukam (Kepmenko Polhukam) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tertanggal 22 Februari 2021.

Tim Kajian UU ITE ini bertugas untuk mengkaji aturan yang selama ini dianggap mengandung pasal karet (haatzai artikelen), baik dari sisi implementasi maupun substansinya.

"(Pembentukan) tim untuk membahas substansi, apa betul ada pasal karet," ujar Mahfud dalam konferensi pers, Senin (22/2/2021) siang.

Adapun susunan dan anggota Tim Kajian UU ITE terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.

Tim Pengarah sendiri diisi Mahfud, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Sedangkan, Tim Pelaksana sendiri dikomandoi Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemneko Polhukam, Sugeng Purnomo.

Tim ini resmi beroperasi sejak terbitnya Kepmenko Polhukam pada Senin (22/2/2021).

Di Tim Pelaksana ini, terdapat dua subtim yang terdiri dari Subtim I dari Kemenkominfo dan Subtim II dari Kemenkumham.

Adapun Tim Pengarah bertugas memberi arahan dan rekomendasi melalui koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kementerian/lembaga dalam rangka menyelesaikan kajian implementasi peraturan di bidang ITE.

Sedangkan, salah satu tugas Tim Pelaksana adalah mengoordinasikan pengkajian atas substansi peraturan perundang-undangan di bidang ITE.

Dua bulan pengkajian

Dalam memperbaiki permasalahan pada aturan tersebut, Tim Kajian UU ITE mempunyai waktu sekitar dua hingga tiga bulan untuk membedah seluruh persoalan yang ada.

Nantinya, hasil keputusan kajian tersebut akan disampaikan Tim Kajian UU ITE kepada Mahfud.

"Karena ini diskusi, maka perlu waktu kita mengambil waktu sekitar dua bulan sehingga nanti saudara sekalian tim ini akan laporan ke kita, apa hasilnya," ujar Mahfud.

Mahfud mengatakan, apabila hasil pengkajian memutuskan untuk merevisi UU ITE, pihaknya nantinya akan menyampaikan ke DPR.

"Kalau keputusannya harus revisi kita akan sampaikan ke DPR karena UU ini ada di Prolegnas tahun 2024 sehingga bisa dilakukan," kata Mahfud.

Di samping itu, selama jalannya pengkajian tersebut, Mahfud mengingatkan supaya Polri dan Kejaksaan Agung dalam menjalankan UU ITE betul-betul tidak multitafsir.

"Sembari menunggu dua atau tiga bulan, Polri dan Kejaksaan penerapannya supaya betul-betul tidak multitafsir, tapi orang merasa adil, 'oh ya benar ini bukan berlaku a, b'," kata Mahfud.

Klaim terbuka

Dalam proses pengkajian tersebut, pemerintah mengklaim akan terbuka untuk bisa menampung aspirasi masyarakat dalam upaya memperbaiki permasalahan di UU ITE.

Menkominfo Johnny G Plate menuturkan, pemerintah tetap mengambil jalur diskusi kendati judicial review terhadap pasal-pasal yang dianggap multitafsir telah 10 kali ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

"Namun, demi manfaat kehidupan bermasyarakat dan sosial, maka terbuka selalu kemungkinan dalam rangka menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan UU itu sendiri," terang Johnny.

Terkait tim pelaksanaan, ia mengatakan, bahwa tim ini menangani pasal-pasal krusial.

Ia menegaskan, tim tersebut bukan mempunyai arti sebagai instrumen hukum baru.

"Pedoman pelaksanaan UU ITE ini bukan norma hukum baru, jangan sampai ini ditafsirkan seolah-olah suatu tafsiran terhadap UU," jelas Johnny.

Tak sampai DPR

Di sisi lain, pembentukan tim kajian diyakini menjadi sinyal jika pemerintah tak ingin membawa perbaikan persoalan UU ITE sampai ke DPR.

Hal itu terlihat dengan keberadaan dua subtim dalam Tim Kajian UU ITE yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

"Keberadaan dua subtim ini memperjelas arah yang diambil pemerintah, yaitu mendahulukan perbaikan pada penerapan pasal-pasal bermasalah di UU ITE sebelum mengajukan revisi," ujar peneliti bidang politik The Indonesian Institute Rifqi Rachman dalam keterangan tertulis.

"Artinya, ada kemungkinan UU ITE tidak akan diajukan pemerintah kepada DPR untuk direvisi. Padahal, dorongan tersebut telah lama disuarakan berbagai elemen masyarakat yang seringkali telah dilengkapi data korban pasal-pasal karet regulasi ini," sambung dia.

Kendati demikian, kata dia, langkah pemerintah membentuk Tim Kajian UU ITE perlu diapresiasi.

Selanjutnya, ia menyarankan supaya ruang aspirasi yang disediakan pemerintah dalam mengkaji pasal-pasal bermasalah di UU ITE harus dijalankan secara penuh.

"Partisipasi dalam bentuk masukan dari akademisi, praktisi, tenaga ahli, korban dan pelaku UU ITE, aktivis, hingga kelompok media harus berhasil mengintrusi pusat permasalahan UU ITE di pasal-pasal karetnya," kata Rifqi.

Sebaliknya, Rifqi mengingatkan, keikutsertaan berbagai elemen masyarakat dalam mengkaji UU ITE jangan sampai hanya sekadar penanda keterbukaan pemerintah.

Menurutnya, pemerintah sudah semestinya bisa mengambil keputusan terakhir dengan merujuk masukan dari masyarakat.

Di samping itu, ia menegaskan, hal yang tidak kalah penting untuk diterapkan dalam kajian tersebut adalah keterbukaan akses informasi pada setiap kegiatan Tim Kajian UU ITE.

"Jika rencana kerja Tim Kajian UU ITE selama tiga bulan ke depan disediakan, maka pengawasan secara kontinu dari masyarakat dapat dilakukan," ucap Rifqi.

"Ketersediaan akses ini sangat krusial, demi menjaga transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban Tim Kajian UU ITE kepada publik," imbuh dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/23/06105141/pembentukan-tim-kajian-uu-ite-dinilai-jadi-langkah-awal-pemerintah-atasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke