Salin Artikel

Ungkap Sebab UU Cipta Kerja Salah Ketik, Istana: Omnibus Tak Familiar

Dini berdalih, kesalahan itu muncul karena ada beberapa situsi yang menciptakan kekeliruan ini.

"Ada beberapa hal yang menurut saya membuat situasinya itu kondusif untuk membuat banyaknya kesalahan ini," kata Dini dalam acara Rosi yang ditayangkan YouTube Kompas TV, Kamis (5/11/2020).

Situasi yang dimaksud Dini misalnya, sifat omnibus dari Undang-undang Cipta Kerja itu sendiri.

Dini mengatakan, UU Cipta Kerja merupakan undang-undang pertama di Indonesia yang bersifat omnibus atau penggabungan dari berbagai UU.

Medan pembentukan UU Cipta Kerja dinilai sangat sulit lantaran menggabungkan 79 undang-undang dengan materi muatan yang berbeda-beda.

"Satu, memang tidak ada yang familiar, tidak ada yang pernah melakukan undang-undang dengan metodologi omnibus yang seperti ini. Kedua, adalah muatannya itu tadi," ujar Dini.

Dini juga berdalih bahwa situasi pandemi Covid-19 berkontribusi pada munculnya kesalahan pengetikan di UU Cipta Kerja. Menurut dia, ada sejumlah staf di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang positif Covid-19 sehingga mengganggu jalannya kinerja.

Selain itu, waktu yang mendesak juga jadi alasan munculnya kesalahan. Dini menyebut, Kemensetneg hanya punya waktu dua sampai tiga hari untuk merampungkan draf final UU Cipta Kerja sebelum diteken presiden.

"Bahkan mereka bekerja selama weekend, sif-sifan karena Covid tersebut. Berusaha untuk meng-clean-kan naskah ini karena memang presiden sendiri dia kepenginnya adalah semuanya cepat membaca undang-undang ini," katanya.

Dini menyebut bahwa kesalahan pengetikan dalam UU Cipta Kerja bersifat redaksional. Hal ini diklaim tak berpengaruh pada substansi maupun implementasi UU tersebut.

Meski begitu, Dini mengaku, pihaknya tak bermaksud menggampangkan kesalahan yang ada di undang-undang ini.

"Kita akui mungkin bahwa strategi timeline-nya ini kurang karena mungkin memang harus diakui agak kewalahan berbagai pihak karena apa, karena tidak familiar dengan metode ini," kata dia.

Sebelumnya, pemerintah telah mengakui adanya kesalahan pengetikan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hal itu diklaim pemerintah sebagai kekeliruan teknis administratif saja sehingga tak berpengaruh pada implementasi UU Cipta Kerja.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/06/15052351/ungkap-sebab-uu-cipta-kerja-salah-ketik-istana-omnibus-tak-familiar

Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke