Semula, Enny menyampaikan catatannya kepada para pemohon terkait dengan pengajuan uji materi UU KPK.
Dia menilai, dalam surat kuasa tidak konsisten antara pemberi kuasa dengan menerima kuasa dari 18 pemohon.
"Penjelasannya sebetulnya, kalau lihat legal standing (kedudukan hukum) itu pokok sekali sebelum melihat ke pokoknya. Pintu masuknya harus dilihat punya tidak kedudukan hukum," kata Enny dalam sidang di Gedung MK, Senin (30/9/2019).
"Di sini memang ada penjelasan, tapi penjelasannya ini kayak mahasiswa sedang bagi-bagi tugas, terus digabung. Fonts tidak sama, ada yang Arial, ada yang Times New Roman, spasinya tidak sama. Ini kayaknya dibagi-bagi terus digabung," kata Enny.
Enny mengatakan, seharusnya penulisan permohonan yang dilakukan para pemohon lebih rapi dan bagus.
Terlebih, materi tersebut dipublikasikan sehingga masyarakat umum bisa membacanya.
Enny juga mengkritisi tentang identitas pemohon yang di antaranya ada yang berstatus politisi dan swasta tetapi disebutkan sebagai mahasiswa.
"Pemohon 1-18, ada yang swasta dijadikan mahasiswa, politisi jadi mahasiswa. Yang benar yang mana? Harus dicek satu per satu. Apa kerugian hak konstitusional masing-masing?" kata Enny.
"Apakah Pemohon 15, kalau dibaca di permohonan, dia adalah politisi? Apa kerugiannya? Apakah sama dengan pemohon lainnya? Uraian ini belum tampak dari sisi kerugian hak konstitusional masing-masing pemohon," tuturnya.
Menurut dia, pemohon uji materi tak perlu hingga ratusan orang.
Sebab, satu orang pun sudah cukup apabila kerugian hak konstitusionalnya sudah masuk ke pokok permohonan sepanjang objek yang diuji jelas.
MK kemudian meminta para mahasiswa untuk memperbaiki materi gugatan. Perbaikan diberi waktu hingga 14 Oktober 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/30/15371411/hakim-mk-nilai-penjelasan-pemohon-uji-materi-revisi-uu-kpk-seperti-tugas