Menurut Feri, alih-alih merevisi UU KPK jelang akhir masa jabatan, DPR seharusnya membahas rancangan undang-undang yang sudah jelas masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2019.
"Revisi UU KPK tidak termasuk dalam prioritas pembahasan. Sehingga menjadi kekeliruan apabila DPR tiba-tiba mendahulukan merevisi UU KPK ketimbang mendahulukan membahas UU Prolegnas prioritas," kata Feri melalui keterangan tertulis, Jumat (6/9/2019).
Feri mengatakan, DPR atau Presiden memang dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas.
Hal ini diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Namun demikian, ada hal-hal khusus yang mengatur supaya aturan itu bisa diajukan sebagai RUU. Misalnya, untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam.
Atau keadaan tertentu lainnya yang menyangkut urgensi nasional, atau RUU yang dapat disetujui bersama oleh kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
"Pembahasan tentang Revisi UU KPK oleh DPR tidak memenuhi unsur yang diatur dalam pasal tersebut," ujar Feri.
"Sehingga selain tidak fokus dengan mengabaikan pembahasan UU prioritas Prolegnas, DPR juga melanggar UU dalam pembentukan dan revisi terhadap sebuah peraturan perundang-undangan," lanjut Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diusulkan Badan Legislasi DPR.
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/06/13500101/pakar-sebut-rencana-revisi-uu-kpk-bukti-dpr-tak-fokus-kerja