Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Saksi Pemilu Dibiayai Parpol Merupakan Usulan Usang

Kompas.com - 09/05/2017, 22:23 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai usulan DPR agar saksi pemilu dibiayai pemerintah bukanlah hal baru. Padal tahun 2014, usulan yang sama juga pernah dilontarkan DPR namun gagal terealisasi.

DPR saat itu mengusulkan agar dana parpol dikelola Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun, Bawaslu menolak mengelola dana dimaksud karena akan membebani Bawaslu dan mengganggu fokus atau konsentrasi Bawaslu dalam menjalankan tugas-tugas utamanya.

Selain itu, mekanisme akuntabilitasnya tidak jelas sehingga, rawan terjadi penyimpangan. Oleh karena itu, kata Titi, semestinya DPR tak perlu kembali coba-coba mengupayakan usulan ini.

"Saksi dibiayai parpol merupakan usulan usang yang coba dihidupkan lagi," ujar dia saat dihubungi Selasa (9/5/2017).

Di sisi lain, negara selalu menekankan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu, usulan tersebut jelas bertentangan.

"Usulan ini akan memakan biaya besar dan membebani anggaran negara sangat banyak," ujar Titi.

Titi melanjutkan, usulan DPR tidak akan banyak berkontribusi bagi perbaikan kualitas dan integritas pemilum karena saksi pemilu hanya ditempatkan untuk mengawasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

(Baca: Pansus Pemilu: Biaya Saksi Rp 1,8 Triliun, Anggap Saja BLT 5 Tahun Sekali)

Padahal, selama ini tidak banyak pelanggaran atau kecurangan terjadi di TPS. Pemungutan dan penghitungan suara di TPS sangat terbuka dan transparan, di mana semua orang bisa ikut melihat dan mengawasi.

Adapun pelanggaran dan kecuarangan banyak terjadi saat rekapitulasi suara di PPS dan PPK.

"Semestinya ini yang harus diatasi. Memastikan tidak ada manipulasi dan kejahatan pada rekapitulasi suara," kata Titi.

Titi menambahkan, pada 2014,

(Baca: Kenapa Negara yang Diminta Membiayai Saksi Pemilu?)

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut ada usulan dari DPR agar saksi saat pemilu dibiayai oleh APBN. Hal itu disinggung Tjahjo saat ditanyai wartawan soal perkembangan pembahasan RUU Pemilu.

"Jadi masih akan dibahas biaya saksi pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilu presiden) itu dari mana. Kalau DPR ingin saksi dari APBN. Itu usulan Pansus (Panitia Khusus) RUU Pemilu, kami tak bisa sebutkan satu partai saja," kata Tjahjo saat ditemui di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (2/5/2017).

Ia menambahkan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkam dari usulan tersebut, terutama soal besaran anggaran. Jika usulan tersebut disetujui, sekali pencoblosan negara harus menganggarkan sekitar Rp 10 triliun.

Begitu pula jika terjadi putaran kedua, negara harus kembali menganggarkan dana sebesar Rp 10 triliun untuk membiayai seluruh saksi. Padahal, masih banyak pula kebutuhan di sektor lain yang harus dibiayai negara.

"Saksi kan kalau per orang sekitar Rp 300.000. Ini Rp 10 triliun sekali coblosan. Kalau ada tahap kedua ada lagi. Kalau Rp 10 triliun sampai Rp 20 triliun buat bangun SD kan sudah bisa banyak," ujar Tjahjo.

Kompas TV Lukman menargetkan RUU penyelenggaraan pemilu disahkan pada 18 Mei 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com