JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, vonis pengadilan terhadap koruptor terbilang masih rendah.
Padahal lembaga peradilan merupakan salah satu ujung tombak pemberantasan korupsi, khususnya dalam upaya penciptaan efek jera untuk koruptor.
Hal itu disampaikan peneliti ICW, Aradila Caesar dalam konfrensi pers di Kantor ICW di Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (4/3/2017).
"Rata-rata vonis untuk koruptor selama 2016 tergolong ringan," ujar Aradila. Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 3 UU Tipikor disebutkan bahwa hukuman minimal adalah empat tahun penjara.
(Baca: Ingin Jerat Lebih Banyak Koruptor, KPK Minta Wewenangnya Diperluas)
Namun putusan pengadilan justru masih banyak di bawah empat tahun penjara.
Ia mengatakan, pada Pengadilan Tingkat I (pertama) terdapat 420 putusan terhadap 467 terdakwa. Sebanyak 354 terdakwa divonis penjara di bawah empat tahun.
Kemudian, pada Pengadilan Tingkat Banding terdapat 121 putusan terhadap 133 terdakwa. Sebanyak 80 terdakwa divonis di bawah empat tahun penjara.
Dan pada Tingkat Kasasi di Mahkamah Agung terdapat 32 putusan dengan 33 terdakwa. Sebanyak 10 terdakwa divonis di bawah empat tahun penjara.
Sementara itu, sepanjang 2016 terdapat 573 putusan perkara korupsi.
Jika putusan di tiga tingkat peradilan tersebut dijumlahkan, terdapat 444 terdakwa kasus korupsi yang divonis di bawah empat tahun penjara.
Dengan kata lain, sekitar 77 persen pengadilan menjatuhkan vonis di bawah empat tahun penjara bagi terdakwa kasus korupsi.
(Baca: Napi Koruptor Bisa Pelesiran, Kerja Keras KPK, Polisi, dan Jaksa Sia-sia)
"Ini menjadi salah satu permasalahan utama yang harus menjadi catatan, vonis koruptor ini tidak memberikan efek jera karena pengadilan masih menghukum ringan pelaku korupsi," kata Aradila.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.