JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, jumlah pelaku kejahatan narkoba yang dijerat hukuman mati jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah generasi muda yang mati sia-sia akibat penyalahgunaan narkoba.
Hal tersebut diakui Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso.
"Setiap hari yang meninggal dunia akibat narkoba 40 hingga 50. Artinya setahun 15 ribuan. Sedangkan bandar dan pengedar yang kami pidanakan, termasuk hukuman mati, relatif kecil, hanya puluhan," ujar Budi usai pemusnahan barang bukti narkoba di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2016).
Fakta itu, lanjut Budi, bukan dikarenakan kinerja penyidik di BNN yang kurang mumpuni dalam hal merangkai sangkaan.
Hal itu disebabkan lantaran masih terdapat celah dalam Undang-Undang Pemberantasan Narkotika yang memungkinkan pelaku kejahatan narkotika lepas dari sangkaan terberat.
"Ada yang lepas dari tuduhan. Sementara fakta data di lapangan menunjukkan setiap tahun belasan ribu orang meninggal," ujar dia.
"BNN sebgai leading sector harus lebih masif dalam menangani ini. Sekarang kan tidak seimbang, itu berarti kami harus bisa mengungkap jaringan sampai tuntas," ujar Buwas.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia perang terhadap peredaran narkoba.
Ia menyebut, setiap tahun sebanyak 15 ribu orang mati dalam usia muda karena penyalahgunaan narkoba.
Dari jumlah itu, Jokowi membandingkan dengan jumlah pengedar dan bandar narkoba yang mati setiap tahunnya.
"Berapa bandar dan pengedar yang mati akibat narkoba? Ini pertanyaan untuk Pak Kepala BNN supaya dibandingkan dengan 15 ribu yang mati tadi," ujar Jokowi, Selasa.
"Tolong ini digarisbawahi. Perang besar terhadap narkoba," lanjut dia.
(Baca: Jokowi: Berapa Bandar yang Mati? Bandingkan dengan 15.000 Orang yang Mati karena Narkoba)