Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Diminta Jangan Pilih Hakim Agung yang Tidak Kompeten dan Bermasalah

Kompas.com - 29/06/2016, 22:53 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) meminta Komisi Yudisial (KY) lebih berhati-hati saat melakukan proses seleksi calon hakim agung. Saat ini, Mahkamah Agung (MA) membutuhkan delapan hakim agung.

Peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan yang merupakan salah satu anggota koalisi, Liza Farihah, meminta KY hanya meloloskan calon hakim agung yang memiliki integritas dan kompetensi yang baik untuk diusulkan ke DPR.

Pasalnya, KPP menemukan calon hakim agung yang tidak memiliki visi misi yang jelas dan belum memiliki kompetensi yang sesuai serta integritas yang baik dalam proses seleksi wawancara tersebut.

"Kami meminta KY tidak meloloskan calon hakim agung yang job seeker karena tidak memiliki visi misi yang jelas untuk menjadi hakim agung dan belum tentu memiliki kompetensi yang sesuai dan integritas yang baik," ujar Liza melalui keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Rabu (29/6/2016).

(Baca: Calon Hakim Agung Akui Pernah Didekati Pengacara dan Digoda Suap)

Liza mengatakan, sejak awal, KPP telah mengawal proses seleksi calon hakim agung dan turut melakukan pemantauan. KPP menilai dalam proses wawancara tersebut terdapat beberapa permasalahan, seperti tidak relevannya pertanyaan yang diajukan KY dan calon hakim agung yang dianggap tidak berkompeten.

"Dari pemantauan itu, terdapat beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian," kata Liza.

Liza menuturkan, beberapa pertanyaan yang diajukan panelis tidak relevan dalam menggali kapasitas calon sebagai hakim agung karena mereka diminta untuk menguraikan pasal demi pasal beberapa peraturan berdasarkan hafalan.

Pengujian berupa hafalan peraturan itu, kata Liza, tidak relevan dalam menggali pemahaman hukum calon hakim agung. Selain itu, KPP menilai konfirmasi atas rekam jejak calon tidak dilakukan berdasarkan data terbaru.

(Baca: Para Calon Hakim Agung Dinilai Tak Punya Terobosan Pemberantasan Korupsi)

Dalam mengonfirmasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) beberapa calon, KY masih menggunakan LHKPN lama yang belum diperbarui.

Catatan berikutnya, KY dinilai tidak banyak menggali pengetahuan calon mengenai peran MA sebagai judex juris yang berfungsi melihat apakah pengadilan tingkat bawah (judex facti) telah menerapkan hukum dengan benar atau tidak, atau apakah cara mengadilinya telah sesuai hukum acara atau tidak.

Berdasarkan beberapa catatan tersebut, KPP meminta KY harus menyelenggarakan seleksi wawancara terbuka yang lebih banyak menggali pengetahuan calon hakim agung mengenai fungsi MA sebagai pengadilan kasasi, isu-isu aktual peradilan, dan isu-isu pembaruan peradilan dalam proses seleksi selanjutnya.

(Baca: Calon Hakim Agung Dicecar soal Transaksi Mencurigakan hingga Emas Batangan)

Selain itu, KY juga diminta menggunakan data terkini untuk melakukan verifikasi rekam jejak terhadap calon hakim agung.

Pada 20-23 Juni 2016 lalu, Komisi Yudisial (KY) telah menggelar seleksi wawancara yang dilakukan secara terbuka terhadap 15 calon hakim agung. Wawancara itu merupakan proses terakhir di KY sebelum nama-nama calon hakim agung terpilih diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dimintakan persetujuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com