Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Siapa yang Berupaya Persulit Calon Independen?

Kompas.com - 11/06/2016, 15:55 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay menyebut tuduhan bahaw Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy tidak berdasar.

Lukman menuturkan, bukan DPR yang berusaha menjegal calon perseorangan dengan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, melainkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pernyataan tersebut diungkapkannya berkaitan adanya pasal dalam revisi UU tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) terkait verifikasi dukungan calon perseorangan yang ramai dibincangkan, terutama di DKI Jakarta.

"Tuduhan (terhadap KPU) tersebut sama sekali tidak berdasar," ujar Hadar saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (11/6/2016).

Hadar menjelaskan, metoda verifikasi faktual dengan menemui semua pendukung calon independen sudah diterapkan pada pilkada-pilkada sebelumnya dan memang sudah diatur dalam Peraturan KPU tahun 2015.

Semua PKPU tahun 2015 terkait tahapan pilkada yang disusun sebelum Pilkada 2015, kata Hadar, sudah dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah.

"Seluruh PKPU ini sedang kami susun draf perubahannya, yang juga akan kami konsultasikan dengan DPR dan pemerintah," kata Hadar.

Mengenai masa verifikasi faktual selama 14 hari, Hadar menyatakan bahwa hal itu bukan sesuatu yang baru. Namun, hal yang baru dalam draf RUU Pilkada adalah soal pengaturan batas waktu 3 hari bagi pendukung yang tidak ditemukan saat ditemui.

Mereka memiliki waktu 3 hari untuk datang ke kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk diverifikasi. Jika tidak datang dalam batas waktu 3 hari, maka dukungannya dinyatakan tidak memenuhi syarat.

"Pengaturan yang terakhir ini tidak ada dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2015. Jadi tidak benar kalau ada anggota Dewan mengatakan pengaturan ini semua sudah ada di PKPU. Apa betul pengaturan verifikasi faktual mengikuti PKPU selama ini? Jadi, siapa yang lebih tepat dikatakan menjegal?" ucap Hadar.

Ia mengatakan, selama ini, jika pendukung tidak ditemukan saat verifikasi, maka petugas PPS akan membuat daftar semua pendukung yang tidak bisa ditemukan dalam satu desa atau kelurahan.

Daftar tersebut diserahkan kepada tim calon kepala daerah untuk kemudian dilakukan verifikasi faktual secara kolektif.

Waktu dan tempat untuk verifikasi kolektif pun disepakati antara petugas PPS dan tim calon, tapi harus dalam kerangka 14 hari.

Jika masih ada juga pendukung yang tidak bisa datang, masih diberi kesempatan untuk menemui PPS sepanjang masih dalam batas akhir verifikasi faktual, yaitu 14 hari.

"Jadi lebih fleksibel sesuai situasi lapangan. Yang ada dalam UU dan PKPU sudah kami praktikkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com