Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Kasus Asusila, Sidang Tertutup Setya Novanto Dianggap Janggal

Kompas.com - 08/12/2015, 18:21 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi, menilai, pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak konsisten dalam menggelar persidangan kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto.

Hal itu menyusul proses pemeriksaan Setya yang berlangsung tertutup, Senin (7/12/2015).

Pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali itu berbeda dari dua pemeriksaan sebelumnya, yaitu terhadap Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Menteri ESDM Sudirman Said.

Kedua orang itu menjalani pemeriksaan secara terbuka. (Baca: Patahkan Argumentasi Setya Novanto soal Rekaman Ilegal, Ini Penjelasan Jaksa Agung)

"Itu menurut saya tidak konsisten. Sebelumnya sudah terbuka, lalu tertutup. Apakah itu (kasus Novanto) perbuatan memalukan?" kata Taufiq saat dihubungi, Selasa (8/12/2015).

Setya Novanto sebelumnya dilaporkan Sudirman ke MKD atas kasus dugaan pelanggaran kode etik. Ia diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden, serta menjanjikan bantuan dalam proses renegosiasi kontrak Freeport.

Janji itu disampaikan Setya saat berbicara dengan Maroef dan seorang pengusaha, Riza Chalid, pada 8 Juni 2015 lalu. (Baca: Setelah Periksa Novanto, Ada Anggota MKD yang Minta Pengusutan Distop)

Menurut Taufiq, tidak seharusnya proses persidangan terhadap Serya itu berlangsung tertutup, sekalipun sudah ada kesepakatan dalam rapat pleno MKD yang menyatakan bahwa sidang dapat dilakukan, baik tertutup maupun terbuka.

"Kalau itu sebuah hal yang memalukan, pemerkosaan, zina, (wajar) ditutup. Kalau tidak memalukan?" kata dia. (Baca: Setya Novanto Banyak Jawab "Tidak Tahu, Lupa" Saat Ditanya di MKD)

Taufiq menambahkan, sulit menaruh harapan bahwa MKD akan memberikan putusan yang bijak dalam kasus ini. Hal tersebut terlebih lagi setelah adanya perbedaan sikap di antara anggota MKD dalam memutuskan pemeriksaan Novanto berlangsung tertutup atau terbuka.

Untuk itu, ia berharap agar Presiden Joko Widodo dapat membawa kasus pencatutan namanya ke aparat penegak hukum.

Sebab, ia melihat ada unsur pidana dalam rekaman percakapan itu. (Baca: Sidang Tertutup yang Ditutup-tutupi...)

"Jadi, segala sesuatu, telah terbukti dia. Menurut saya, itu menghina Presiden dengan mengatakan Presiden kepala batu, koppig, kemudian mengatakan hal lain, dan dia duduk di situ dengan membawa seorang Reza dan ingin dapat saham. Itu persekongkolan jahat," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com